Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2021, 15:40 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

Sumber ,Britannica

KOMPAS.comGunung Tambora merupakan gunung berapi di Pulau Sumbawa yang letusannya pada tahun 1815 tercatat sebagai yang terbesar dalam sejarah.

Setelah mengalami letusan pada 10 April 1815, Gunung Tambora kehilangan sebagian besar puncaknya dan sekarang tingginya sekitar 2.851 meter.

Usai letusan yang maha dahsyat, letusan Tambora yang lebih kecil masih terjadi di tahun 1880 dan 1967.

Dilansir dari Britannica, bencana Gunung Tambora dimulai pada 5 April 1815 dengan getaran kecil dan aliran piroklastik.

Ledakan yang dahsyat dan menghancurkan terjadi lima hari kemudian. Letusan gunung berapi, aliran piroklastik, dan tsunami yang mengikutinya setidaknya menewaskan sedikitnya 10.000 penduduk pulau dan menghancurkan 35.000 rumah.

Baca juga: Kisah Para Saksi Ungkap Dahsyatnya Letusan Tambora, Salah Satunya dari Raffles

Saat itu, Tambora mengeluarkan sebanyak 150 km kubik abu, batu apung dan batuan lainnya, serta aerosol yang termasuk sekitar 60 megaton belerang ke atmosfer.

Korban jiwa pun masih berjatuhan setelah letusan Gunung Tambora. Sekitar 80.000 orang tewas akibat penyakit dan kelaparan karena tanaman tidk bisa tumbuh.

Bahkan, akibat letusan Tambora, pada tahun 1816, bagian barat Eropa dan timur Amerika Utara mengalami cuaca dingin yang ekstrem hingga mengakibatkan gagal panen dan kelaparan di wilayah tersebut.

Dilansir National Geographic Indonesia, Gillen D’Arcy Wood, penulis buku Tambora: The Eruption That Changed the World, mengatakan bahwa efek sekunder letusan Gunung Tambora menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan korban meninggal semakin banyak.

“Apa yang terjadi setelah Tambora meletus adalah tiga tahun perubahan iklim,” ujar Wood.

“Dunia semakin dingin dan pola cuaca berubah. Terjadi gagal panen dan kelaparan, mulai dari Asia, Amerika Serikat, hingga Eropa,” jelasnya.

Baca juga: Menelusuri Jejak Peradaban Sumbawa Sebelum Gunung Tambora Erupsi

Perubahan cuaca secara global dapat terjadi jika gunung berapi yang berada di dekat garis khatulistiwa meletus dan melepaskan gas ke stratosfer.

Gas tersebut akan terperangkap dan tidak bisa dibawa oleh hujan. Kemudian, ia melintasi garis khatulistiwa, menyebar hingga ke kutub, dan mengurangi jumlah panas yang melewati stratosfer dari matahari.

“Jika ingin menambah fakta bahwa Gunung Tambora juga menyebarkan wabah kolera, maka jumlah kematian menjadi puluhan juta,” kata Wood.

Sebelumnya, penyakit kolera sudah ada, namun suhu yang dingin akibat letusan Gunung Tambora membuat bakter baru berkembang di Teluk Benggala.

Hanya sedikit orang yang memiliki kekebalan terhadap penyakit ini hingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Baca juga: Letusan Gunung Berapi Super, Perlu Banyak Penelitian untuk Memprediksi

Hingga saat ini, para sejarawan sepakatt bahwa letusan Gunung Tambora menyebabkan kematian paling cepat.

Letusan Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883 disebut lebih lemah dibandingkan Tambora.

Sedangkan letusan Gunung Vesuvius di Pompeii pada 79 A.D yang menjadi salah satu erupsi paling terkenal, korban tewasnya berjumlah 2.000 orang dan angka tersebut hanya sebagian kecil dari korban letusan Gunung Tambora.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com