KOMPAS.com - Sejumlah tempat layanan tes PCR (polymerase chain reaction) dilaporkan tutup sementara, karena banyaknya jumlah sampel swab yang melebihi kapasitas.
Di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang terus membuat rumah sakit dibanjiri pasien, apa dampak dengan tutupnya layanan tes PCR ini?
"Case finding (penemuan kasus Covid-19) melalui T&T (testing and tracing), seharusnya tidak boleh digantikan dengan oleh upaya lain, apalagi dihentikan," kata Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/7/2021).
Windhu mengatakan selama penemuan kasus Covid-19 masih rendah, maka penularan akan terjadi di bawah permukaan.
Ia mengibaratkan kondisi ini seperti 'bara dalam sekam', dan hal tersebut dapat berpotensi menjadi bom waktu, sehingga akibatnya pandemi Covid-19 ini pun akan tidak terkendali.
Baca juga: Sering Dicantumkan di Hasil Tes PCR, Apa Itu CT Value?
"Jadi sarana T&T mutlak harus diupayakan terus, dicukupi oleh pemerintah pusat maupun daerah. Kapasitas harus bisa ditingkatkan jika kebutuhan layanan tes PCR makin membesar," ungkap Windhu.
Lebih lanjut Windhu mengatakan bahwa selain memperbesar kapasitas tes PCR, maka perlu juga dilakukan sejumlah strategi untuk testing and tracing di Indonesia.
Pada prinsipnya, menurut Windhu, beberapa hal ini yang seharusnya dites PCR atau TCM (Tes Cepat Molekuler).
Windhu menambahkan bahwa selain layanan tes PCR, seperti Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) yang sebenarnya untuk skrining tes Covid-19, bisa digunakan sebagai diagnostik untuk beberapa kasus.
Baca juga: Curiga Terpapar Covid-19, Swab Antigen atau Tes PCR Dulu untuk Memastikan?