Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syekh Puji Nikahi Bocah 7 Tahun, Ahli Sebut Harus Diperiksa Menyeluruh

Kompas.com - 04/04/2020, 12:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Larangan pernikahan usia dini, bukan hanya karena atau pemerintah saja. Melainkan pertimbangan faktor fisik dan psikis anak usia di bawah 19 tahun yang belum matang.

Isu terbaru kembali datang dari pelaporan Pujiono Cahyo Widiyanto alias Syekh Puji (54), yang menikahi anak usia 7 tahun sejak Juli 2016.

Psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid WEN mengatakan pemerintah melarang pernikahan di bawah usia 19 tahun itu, karena menunggu perkembangan fisik atau alat reproduksi berkembang secara optimal, selain secara psikis juga belum matang.

"Anak (berusia 7 tahun) belum masuk fase menstruasi. Dari segi tubuh juga belum siap untuk mendapatkan paparan seksual," kata Astrid saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/4/2020).

Baca juga: Kasus Syekh Puji Nikahi Anak 7 Tahun, Ini Tanggapan Psikolog Anak

Sementara dari sisi psikologis, anak usia 7 tahun belum mampu berpikir secara abstrak dan hanya berpikir konkret. Jadi, anak di usia begitu belum mengetahui peranan setiap individu di sekitarnya secara jelas. Anak itu juga belum tahu betul apa yang dia mau.

Pemulihan psikis D

Kendati belum diketahui secara jelas bagaimana psikologis yang dialami oleh D. Ditegaskan Astrid, perlu melakukan intervensi secara menyeluruh.

"Kita ke depannya belum tahu, ada traumatis atau enggak. Belum ada tes psikologinya. Tapi anak itu butuh dilakukan pemeriksaan menyeluruh fisik dan psikis," kata Astrid.

Pemeriksaan harus dilakukan dalam situasi yang nyaman dan aman. Pemeriksaan psikologis ini minimal dilangsungkan dalam satu bulan, untuk mengetahui apakah D mengalami trauma atau tidak.

Baca juga: Kasus Kekerasan Siswi SMP di Pontianak dari Kacamata Psikologi Remaja

"Anak ini juga butuh support sistem (orang yang membantu dan mendukung)," ujar dia.

Petugas juga harus memeriksa, siapa orang yang terlibat menikahkan D ini, orang tuanya atau bukan, atau sanak keluarganya yang lain, di mana D seharusnya dikasih jarak dengan orang yang menikahkan D dengan pelaku.

Selain itu, petugas juga perlu mengetahui siapa orang yang memang peduli dengan D, agar bisa membantu pengawasan pemeriksaan dalam upaya pemulihan serta terapi yang mungkin akan diberikan D bisa berjalan dengan baik.

"Jangan dipulangkan kepada keluarga tanpa intervensi apapun atau pengawasan," jelas Astrid.

Orang pendukung

Support sistem atau orang pendukung yang dianggap benar-benar peduli dengan D juga harus diperhatikan dan diberikan edukasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com