Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Syekh Puji Nikahi Anak 7 Tahun, Ini Tanggapan Psikolog Anak

Kompas.com - 03/04/2020, 13:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pujiono Cahyo Widiyanto alias Syekh Puji (54), kembali dilaporkan karena diduga menikahi anak di bawah umur yaitu D berusia 7 tahun pada Juli 2016.

Sebelumnya, nama Syekh Puji mencuat pada tahun 2008 dengan kasus serupa, yaitu menikahi anak berusia 12 tahun bernama Lutfiana Ulfa.

Bagaimana psikolog melihat kasus pernikahan dini ini?

Baca juga: Sejarah Mencatat, Korban Pernikahan Sedarah adalah Anak-anak

Psikolog Anak dari Pion Clinician, Astrid WEN, mengatakan harusnya kasus kejadian ini bisa dihindari. Ia mengatakan kejadian ini seharusnya bisa dijadikan pelajaran agar masyarakat lebih memperhatikan kondisi lingkungan yang baik untuk anak-anak.

"Harusnya ini kejadian yang bisa dihindarkan. Kita sebagai masyarakat perlu mendukung hak anak, yaitu hak lingkungan aman dan nyaman untuk mereka ," kata Astrid saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/4/2020).

Anak usia 7 tahun, lanjutnya, membutuhkan lingkungan yang nyaman dan aman sebagai tempat bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Baca juga: Bagaimana Pernikahan Ubah Kesehatan Fisik dan Mental, Menurut Sains

Dituturkan Astrid, kejadian yang berulang kembali ini tidak hanya persoalan antara korban dan pelaku. Melainkan juga faktor dukungan atau support dari lingkungannya.

Anak berusia 7 tahun masih berpikir secara konkret dan tidak dapat berpikir secara abstrak. Anak-anak pada usia itu masih senang untuk mengeksplor berbagai hal dalam kesehariannya, belajar, bermain, mencoba berinteraksi dengan kelompok dan mengenal teman-temannya, dan alat reproduksi anak juga belum berkembang secara optimal.

"Anak 7 tahun itu belum tahu mau apa. Bahkan konsep keluarga, peran-peran anggota keluar itu masih jauh (dari pola pikirnya). Jadi kalau ini terjadi pasti ada yang mendukung hal tersebut," ujar dia.

Penyalahgunaan kekuasaan

Astrid menyebutkan peristiwa ini adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh orang dewasa, baik pelaku maupun orang yang terlibat, dalam mendukung pernikahan dini.

Anak berusia 7 tahun yang belum tahu apa yang benar-benar mereka inginkan dan bagaimana peranan setiap individu dalam sebuah sistem di lingkungan sekitarnya, tidak mungkin mengerti apa yang sebenarnya sedang dilakukan orang dewasa atau yang terjadi padanya.

Baca juga: Ingin Tetap Langsing? Hindari Pernikahan Dini

Oleh sebab itu, ditegaskan Astrid, penyelidikan seharusnya bisa dijalankan secara penuh. Baik itu kepada orang yang menikahi (pelaku) dan juga orang yang menikahkannya (pendukung).

"Bisa jadi korbannya bukan hanya orang ini," ujar dia.

Dalam hal ini pemuka agama dan pemerintah perlu bekerjasama dan merangkul orang-orang yang terlibat dalam kasus ini.

"Perlu ada edukasi dan konsekuensi yang tegas kepada orang-orang yang mengizinkan pernikahan ini terjadi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com