Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB Naik, Masyarakat Makin Sulit Beli Rumah

Kompas.com - 25/01/2024, 16:35 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi pengembang Real Estat Indonesia (REI) mendesak pemerintah untuk serius mengurus sektor properti.

Hal ini menyusul diterbitkannya Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang selanjutnya dikenal dengan UU HKPD.

Pasal 41 Ayat (1) UU HKPD berbunyi, tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di pedesaan dan perkotaan (P2) ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5 persen.

Sebelumnya dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diatur PBB ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3 persen.

Kemudian dalam Pasal 192 UU HKPD dijelaskan bahwa peraturan pelaksanaan dari UU tersebut ditetapkan paling lama dua tahun sejak UU mulai berlaku.

Salah satu daerah yang telah menetapkan peraturan pelaksanaan adalah DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diatur dalam Pasal 34 Ayat (1), PBB DKI Jakarta ditetapkan sebesar 0,5 persen.

Oleh karena itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Joko Suranto meminta para pemangku kepentingan untuk bisa menunjukkan komitmennya mengurus sektor properti.

Baca juga: Cek di Sini, Persyaratan dan Cara Mengurus KPR FLPP

"Para pemangku atau menteri yang khususnya berkaitan dengan ekonomi, Kementerian Keuangan, investasi Bahlil (Menteri Investasi), kemudian juga Menteri Koordinator (Menko)-nya, itu rapatlah, kelihatan serius gitu lho ngurus negara ini," ujar Joko, Kamis (25/1/2024).

Menurut Joko, kenaikan PBB tersebut tidak hanya berdampak negatif pada sektor properti, namun juga memberikan beban tambahan bagi masyarakat.

"Kaitan dengan properti adalah adanya tambahan biaya, maka akan memberi beban yang lebih kepada konsumen atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Secara tidak langsung akan memberikan beban kepada masyarakat untuk memiliki rumah," jelas Joko.

Dikeluarkannya UU HKPD tersebut juga dianggap kontradiktif dengan insentif properti melalui Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

"Apa yang kita harapkan pastinya banyak, kesungguhan komitmen untuk mengawal dari masing-masing. Misalkan dari investasi, apa yang akan mau didorong sehingga investasi itu tetap berjalan dan investasinya harus yang padat karya karena untuk pendapatan masyarakat, kita perlu mengurangi disparitas pendapatan," harap Joko.

Selain itu, Joko juga berharap dikeluarkannya kebijakan dari Menteri Keuangan untuk mendorong daya beli masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com