Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Bodong Kembali Berulah, Bikin REI Tambah Gerah

Kompas.com - 10/10/2021, 06:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Backlog atau angka kebutuhan rumah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengungkapkan, jumlah kebutuhan rumah saat ini mencapai kurang lebih 11 juta.

"Sementara itu, kebutuhan perumahan bertambah sekitar 500.000 per tahun," kata dia dalam acara Mondok Properti The Series, Kamis (7/10/2021) malam.

Tingginya kebutuhan rumah ini nyatanya juga ditangkap sebagai peluang bagi pengembang perumahan nakal dengan berbagai modus.

Salah satunya, mereka menawarkan konsep cicilan rendah dengan tenor panjang melalui skema cicilan tanpa bank.

Baca juga: Lagi, Perumahan Berkedok Syariah Fiktif Kerugian Rp 1 Triliun

Pengembang juga membuat konsumen tergesa-gesa dalam memesan unit rumah meski banyak hal yang belum jelas saat bertransaksi.

Tim Investigasi Harian Kompas menelusuri sejumlah perumahan bermasalah di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat sepanjang September 2021.

Hasilnya, para pengembang bermasalah rata-rata menyasar konsumen yang membeli rumah kecil (maksimal bertipe 36) dengan kisaran harga Rp 140 juta-Rp 250 juta per unit.

Selain itu, para konsumen dibuat tak berdaya secara hukum karena tidak adanya tanda tangan notaris saat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Dengan begitu, para pembeli pun kesulitan memperoleh kejelasan legalitas izin dan kepemilikan tanah dari pengembang.

Akibatnya, banyak konsumen rumah tipe kecil ini harus merugi puluhan juta rupiah karena unit yang dibeli tak kunjung dibangun. Sementara itu, uang yang mereka setorkan ke pengembang sulit dikembalikan.

Contohnya, Sari (37), dia merupakan konsumen perumahan Afara First Hills di Desa Cihideung Ilir, Ciampea, Kabupaten Bogor.

Sejak membayar biaya pemesanan pada akhir tahun 2018, unit rumah yang dipesan Sari tidak kunjung dibangun.

Dia mengaku tertarik membeli rumah di Afara karena relatif murah dan pengembang menawarkan konsep syariah.

Baca juga: Perumahan Syariah Bodong, dan Longgarnya Pengawasan Pemerintah

Dengan skema itu, dia membayangkan proses yang dilewati akan lebih mudah ketimbang melalui perbankan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com