Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Masalah Pengendalian Tanah, dari Sengketa hingga Peta Citra Tak Aktual

Kompas.com - 22/02/2021, 14:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) mengaku masih menghadapi sejumlah masalah dalam melakukan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah.

Adapun pemantauan dan evaluasi hak atas tanah itu dilakukan sebagai upaya pengendalian hak atas tanah dan alih fungsi lahan.

Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian ATR/BPN Asnawati mengatakan salah satu masalah adalah tidak lengkapnya informasi hak atas tanah di Aplikasi Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP).

"Informasi hak atas tanah di KKP tidak lengkap. Ini hal yang seringkali kita temuin, ketika kita menentukan objek lahan namun objeknya itu belum tersedia di KKP sehingga tidak bisa kami tindak lanjuti," kata Asmawati dalam PPTR Expo di Gedung ATR/BPN Jakarta, Senin (22/02/2021).

Baca juga: Jadi Contoh Reforma Agraria, Nelayan Dusun Seri Manfaatkan Sertifikat Tanah untuk Modal Usaha

Kedua, tidak adanya dokumen objek lahan tanah di Kantor Pertanahan (Kantah), Kantor Wilayah (Kanwil) atau bahkan di Kantor Pusat.

Hal itu tentu saja menyulitkan implementasi data terkait objek tanah yang ingin dilakukan pemantauan.

"Ketika kita sudah menentukan objek pemantauan ketika ingin melakukan pengumpulan data, baik itu SKH, peta bidang, buku tanah dan lainnya, sering kali dokumen ini belum atau bahkan tidak ditemukan di Kantah, Kanwil, atau bahkan di kantor pusat," jelasnya.

Hambatan ketiga adalah peta citra yang tidak aktual. Menurutnya, peta citra yang sudah lama dan tidak teraktualisasi ini sering sekali menjadi hambatan terutama saat mencocokkan dengan kondisi lahan di lapangan.

"Jadi karena peta citra yang kita pegang itu udah lama sering kali yang kita temui di lapangan kondisi eksisting di lapangan sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang tertuang dalam peta citra itu sendiri," ujarnya.

Keempat, pemegang hak lahan yang tidak kooperatif. Dia mencontohkan saat petugas datang ke lapangan, namun pemegang hak lahan tersebut tidak ada atau tidak dapat ditemui.

"Pada masalah ini kami berupaya untuk mengatasinya dengan melakukan sebelum petugas turun ke lapangan, maka kami beritahu dulu ke pemegang hak dan kami pastikan bahwa info ini sudah diterima kepada pemegang hak tersebut," tuturnya.

Kelima, yaitu situasi lahan yang tidak kondusif karena masih bersengketa.

Asnawati mengaku lahan yang masih bersengketa ini menjadi halangan konkret di lapangan bagi petugas yang ingin melakukan pemantauan dan evaluasi hak atas tanah.

Tak jarang petugasnya itu justru dihadang oleh sekelompok masyarakat yang berupaya menguasai lahan tersebut.

"Misal, ketika petugas turun lakukan pemantauan nggak dapat masuk ke lokasi itu dengan adanya misal dihadang oleh sekelompok masyarakat atas lahan yang diklaim oleh mereka," tuntas Asnawati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com