Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Kegagalan Intelijen dan Potensi Jebakan Geopolitik yang Menghantui Israel

Kompas.com - 13/10/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM analisanya di laman Foreign Affairs pada 11 Oktober 2023, pakar intelijen dari Hoover Institution, Stanford University, Amy B. Zegart, mengatakan bahwa salah satu penyebab fatal dari serangan dadakan Hamas ke teritori Israel adalah kegagalan intelijen Israel dalam mendeteksi rencana aksi Hamas.

Dalam analisa berjudul "Israel's Intelligence Disaster", Amy menulis bahwa kegagalan dalam mencegah terjadinya serangan dadakan akan menjadi bencana intelijen, jika Israel tidak segera melakukan instrospeksi atas kapasitas pencegahan dalam badan intelijennya.

Menurut penulis buku "Spying Blind” (2007) yang mengulas beberapa kelalaian CIA dan FBI pada peristiwa Nine Eleven tersebut, Hamas berhasil mengeksploitasi rutinitas aktifitas pengumpulan informasi yang dilakukan intelijen Israel, layaknya pelaku bom WTC yang juga memanfaatkan rutinitas biasa CIA dan FBI.

Keasyikan, bahkan ketergantungan, intelijen Israel dengan alat-alat super canggih membuat mereka cenderung menganggap Hamas "undercontrolled", lalu meng-underestimate kapasitas serangan dadakan yang mampu dilakukan oleh Hamas kemudian hari.

Keterlenaan tersebut membuat intelijen Israel bekerja berdasarkan rutinitas sehari-hari, karena beranggapan bahwa Hamas masih berada dalam posisi status quo, tanpa membuka wacana baru tentang peluang Hamas untuk melakukan terobosan serangan dadakan di luar kontrol Israel.

Kegagalan dan keterlenaan tersebut juga berasal dari kelalaian intelijen Israel dalam menemukan legitimasi baru bagi Hamas untuk melakukan serangan, yakni faktor geopolitik.

Tak pelak, situasi ini membuat intelijen Israel berada dalam posisi yang sama dengan CIA dan FBI sebelum terjadinya peristiwa Nine Eleven.

Ketika itu, Amerika Serikat sedang menikmati sepuluh tahun masanya sebagai Hyper Power, setelah Uni Soviet runtuh berantakan tahun 1991.

Situasi geopolitik yang demikian menepis asumsi ancaman eksternal atas Amerika Serikat, karena negara Paman Sam itu adalah negara Hyper Power, dengan kekuatan militer terbaik di dunia yang juga disokong oleh kecanggihan teknologi kelas satu.

Namun nyatanya jejaring Al Qaeda tak banyak melakukan upaya terobosan teknologi. Mereka masuk ke Amerika Serikat dengan cara normal, bahkan beberapa di antaranya menggunakan nama asli yang sebenarnya sudah lama masuk ke dalam daftar orang-orang yang layak dicurigai.

Pun upaya serangan yang dilakukan tidak menggunakan teknik canggih, hanya berupa pembajakan pesawat yang lazim dilakukan teroris.

Amerika Serikat belajar banyak dari peristiwa Nine Eleven. CIA dan National Security Agency (NSA) segera melakukan pembenahan secara komprehensif setelah itu.

Salah satu bukti keberhasilan mereka adalah mengetahui rencana invasi Rusia ke Ukraina jauh hari sebelum Putin memberikan perintah.

Langkah pertama yang diambil CIA tentu mencegah. Direktur CIA bersama dengan anggota National Security Council (NSC) berusaha mendekati salah satu orang kepercayaan Putin dan menyampaikan bahwa Amerika Serikat telah mengetahui rencana mereka.

Lalu memberikan peringatan bahwa Amerika Serikat dan Barat akan memberikan sanksi yang berat kepada Rusia, jika rencana itu dilaksanakan.

Seiring dengan itu, CIA juga menginformasikan pihak Ukraina, di mana pada mulanya sempat tidak dipercayai oleh Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy, Presiden Ukraina.

Namun setelah melihat data-data dari CIA, Zelensky akhirnya percaya dan bersepakat untuk melakukan persiapan sematang mungkin untuk mempersulit realisasi rencana Putin itu.

Berkat upaya CIA tersebut, rencana Putin menaklukkan Ukraina dalam waktu beberapa minggu gagal total. Hari ini perang masih berlanjut, yang berarti sudah hampir dua tahun, rencana Putin itu pun belum juga bisa terwujud.

Ketika Zelensky memilih untuk tidak memercayai informasi awal dari CIA, ia berangkat dari asumsi status quo relasi Kiev dengan Moskow di mana rencana invasi Putin tidak termasuk di dalamnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com