Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakaian Bekas Jadi Tren Fesyen Ramah Lingkungan di Irak

Kompas.com - 26/03/2023, 20:04 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: DW Indonesia

BAGHDAD, KOMPAS.com - Di negeri yang carut marut oleh perang, kaum muda Irak berusaha merintis tren fesyen ramah iklim dengan meramu ulang pakaian bekas. Kreativitas tersebut dilatari kemiskinan yang menghinggapi sepertiga penduduk negeri

Diiringi tatapan geli para penggembala, model-model muda Irak berjalan memeragakan busana di atas catwalk yang dibangun di atas belukar yang menghampar di antara pepohonan palem di utara Baghdad

Peragaan busana ramah lingkungan di Irak.AFP/AHMAD AL RUBAYE via DW INDONESIA Peragaan busana ramah lingkungan di Irak.
Peragaan tersebut bermisikan kesadaran lingkungan. Semua pakaian adalah barang bekas yang diramu ulang dengan paras modern. Ketika krisis iklim kian marak diwartakan, kaum muda Irak pun menemukan adibusana gaya lawas sebagai wadah kreativitas ramah iklim.

Baca juga: Patroli Perbatasan AS Sita Paket Emas Bernilai Fantastis, Ditaruh dalam Paket Pakaian

"Kami tidak ingin produksi pakaian berlebihan, jadi kita harus menggunakannya kembali,” kata Mohammed Qasem, seorang penata rambut yang ikut mengorganisir peragaan busana di Desa Al Hussainiya itu.

Pakaian lawas bergaya 80-an atau 90-an menginspirasi pencinta fesyen di Irak untuk mempopulerkan mode ramah lingkungan.

Saat seisi negeri berusaha kembali pulih setelah dua dekade peperangan, Irak dibanjiri produk "fesyen cepat” dari luar negeri yang memperparah polusi limbah.

"Pakaian bekas banyak yang berkualitas tinggi,” kata Ahmed Taher, mahasiswa pencinta fesyen di Irak. "Jika kamu mengenakannya, kami akan merasa seperti mengenakan pakaian mewah. Sangat berbeda dengan pakaian di toko.”

Desain lawas saingi fesyen cepat

Taher menjual pakaian lawas di komunitas hipster Baghdad. Akun Instagram-nya saat ini sudah memiliki 47.000 pengikut. Biasanya, setiap potong pakaian bertukar tangan dengan harga rata-rata 20 dollar AS (Rp 306.500).

"Kita ingin mengenakan pakaian unik dan tidak terlihat serupa seperti yang lain,” imbuhnya.

Popularitas pakaian lawas di kalangan muda tak terlepas dari kemiskinan yang dihadapi sepertiga dari 42 juta penduduk Irak. Bagi kebanyakan, merawat usia pakaian selama mungkin adalah keharusan, bukan pilihan.

Pasar pakaian bekas bermunculan bak jamur di jalan-jalan kota Baghdad. Baju, sepatu dan celana dijual antara harga 2 hingga 200 dollar AS (Rp 3 juta).

"Bukan artinya kita tidak mampu membeli baju baru,” kata Mohamed Ali, mahasiswa berusia 20 tahun. "Tapi di sini saya bisa mendapat barang unik dengan kualitas lebih baik.”

Baca juga: Bertengkar Hebat, Pria Ini Bakar Semua Pakaian Istrinya dan Pamerkan Lewat Video Call

Lawas tapi berkualitas

Dia masih mengingat kisah orang tuanya dari dekade 1990-an, ketika embargo Barat memaksa sebagian besar penduduk mengenakan pakaian "bolak-balik sampai rusak, karena tidak punya uang” untuk membeli pakaian baru.

Ali mengaku, dia dan teman-temannya lebih suka berbelanja pakaian bekas karena lebih tahan lama dan berkualitas.

Pakaian-pakaian lawas di Irak kebanyakan diimpor dari luar negeri, antara lain oleh Hassan Refaat, pedagang berusia 22 tahun. Dia mengaku berbelanja di willayah otonomi Kurdistan, karena berbatasan dengan Turkiye yang merupakan produsen fesyen terbesar di kawasan.

"Pakaian bekas biasanya berkualitas lebih baik ketimbang pakaian baru yang dijual saat ini,” kata dia merujuk pada produk fesyen cepat. "Seringkali, barang yang saya dapat adalah pakaian bermerek. Dan biasanya produk bermerek bisa bertahan lama.”

Baca juga: Melihat Pakaian Warga Yakutsk, Kota Terdingin di Dunia, Hadapi Suhu Beku

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Pakaian Lawas Bidani Tren Fesyen Ramah Lingkungan di Irak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com