KYIV, KOMPAS.com - Dua bulan setelah menginvasi Ukraina, Rusia mengatakan tujuannya beralih mengontrol penuh atas wilayah Donbass di timur serta selatan negara itu.
Masih belum diketahui apa sarana militer yang akan dikerahkan Moskwa dalam fase kedua invasi di Ukraina ini, dan tujuan jangka menengah serta panjang apa yang dikejarnya.
Rusia tampaknya telah belajar beberapa hal dalam target dan taktik dari kesulitannya selama minggu-minggu pertama perang Ukraina, melawan musuh yang jelas-jelas diremehkan.
Baca juga: Kini Jadi Pusat Serangan Rusia, Mengapa Donbass di Ukraina Begitu Penting bagi Putin?
Pasukan Rusia saat ini masuk sejauh 200-250 kilometer ke dalam Ukraina--dari Laut Azov hingga pinggiran Kharkiv--tetapi tidak memiliki kendali penuh atas daerah tersebut.
Lalu bagaimana jalannya fase dua invasi Rusia ke Ukraina? Berikut prediksinya dari AFP pada Minggu (24/4/2022).
Pada Jumat (22/4/2022), Mayor Jenderal Rusia Rustam Minnekaev mengatakan, "Salah satu tugas tentara Rusia adalah membangun kendali penuh atas Donbass dan Ukraina selatan."
Ia menambahkan, hal tersebut akan membuka koridor darat ke Crimea, semenanjung Rusia yang dianeksasi dari Ukraina pada 2014.
Namun ambisi ini membawa tantangan, menurut Michel Goya mantan kolonel tentara Perancis.
“Semakin dalam pasukan Rusia masuk ke Ukraina, semakin rentan mereka,” katanya di Twitter.
Pascal Ausseur direktur institut studi strategis FMES berpendapat, tentara Rusia mungkin berharap membangun poros yang membentang dari Kherson di tepi Sungai Dnipro ke kota dengan nama yang sama di utara, kemudian ke Izyum di timur.
Para ahli tidak lagi yakin Rusia memiliki rencana apapun di ibu kota Ukraina, Kyiv, yang tampaknya menjadi target awal serangannya.
Baca juga: Kehebatan Rudal Javelin. Simbol Perlawanan Ukraina Hadapi Invasi Rusia
"Mereka menyadari bahwa opsi Blitzkrieg tidak berhasil," kata Ausseur. "Jadi mereka kembali ke model buldoser Soviet tradisional: Jika Anda tidak dapat mematahkan tekad musuh Anda, Anda menghancurkan mereka."
"Mereka akan melakukan operasi seperti di Mariupol," kata Ausseur, mengacu pada kota pelabuhan selatan yang menjadi sasaran pemboman Rusia tanpa henti selama dua bulan terakhir.