MOSKWA, KOMPAS.com - Rusia mulai melancarkan serangan militer ke Ukraina pada 24 Februari, dan menyebut invasi itu sebagai operasi militer khusus.
Para serdadu dan keluarga mereka sering tidak diberitahu ke mana mereka dikirim dan untuk misi apa.
Terakhir kali, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan 1.351 prajuritnya tewas di Ukraina.
Namun sumber NATO memperkirakan sekitar 7.000 hingga 15.000 tentara Rusia telah tewas sejak 24 Februari lalu.
Kebanyakan warga Rusia hanya mendapat berita propaganda dari pemerintahnya, karena media independen dilarang.
Sersan Yevgeny, 26 tahun, tewas pada hari-hari pertama serangan Rusia ke Ukraina. Dia sebelumnya belum pernah mengambil bagian dalam operasi tempur.
DW mewawancarai ibunya, Natalya (bukan nama sebenarnya -Red).
DW: Bagaimana kabar Anda ?
Natalya: Sangat sulit, sangat menyakitkan. Tidak ada yang akan membawa kembali anakku.
Kapan Yevgeny masuk tentara?
Tepat setelah ujiannya pada 2014, dia bergabung dengan tentara. Dia dikirim ke unit khusus badan intelijen militer luar negeri GRU.
Mereka menawarinya kontrak, tetapi saya meyakinkan dia untuk tidak menandatangani, karena dia harus bertugas di zona konflik.
Setelah itu, dia bekerja di sebuah perusahaan keamanan, lalu melamar untuk bergabung dengan kepolisian. Tapi dia tidak menyukai pekerjaan itu, dan memutuskan untuk kembali ke militer.
Mereka segera mengambil dia lagi, kami hanya punya semalam untuk mengucapkan selamat berpisah.
Yevgeny lalu bertugas di garda nasional. Dia suka di sana, dan naik menjadi pemimpin tim. Tugasnya membubarkan aksi-aksi protes di Moskwa.