Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Kematian Pria yang Dihukum Squat 300 Kali, 2 Polisi Ditangguhkan

Kompas.com - 07/04/2021, 23:26 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

GENERAL TRIAS, KOMPAS.com – Seorang pria di Filipina dilaporkan tewas setelah dihukum melakukan squat sebanyak 300 kali karena melanggar jam malam.

Pada Kamis (1/4/2021) pekan lalu, pria bernama Darren Manaog Penaredondo tersebut melanggar jam malam karena membeli air minum di atas pukul 18.00 waktu setempat.

Baca juga: Sebelum Meninggal karena Dihukum Squat 300 Kali, Pria Ini Kesulitan Berdiri

Setelah itu, dia ditahan polisi di General Trias, Filipina, bersama dengan beberapa orang lain yang melanggar aturan jam malam.

Dia dibebaskan keesokan harinya, Jumat (2/4/2021) pagi waktu setempat, setelah menyelesaikan squat sebanyak 300 kali.

Pasangan Penaredondo, Reichelyn Balce, mengatakan bahwa ketika dia kembali ke rumah, Penaredondo menunjukkan tanda-tanda kelelahan.

“Dia mengatakan kepada saya bahwa dia jatuh saat melakukan hukuman,” kata Balce sebagaimana dilansir New York Times, Rabu (7/4/2021).

Baca juga: Langgar Jam Malam, Dua Pria Dihukum Squat 300 Kali lalu 1 Tewas Besoknya


“Dia berjuang untuk berjalan ketika sampai di rumah. Ketika hendak buang air, dia membiru dan kejang," sambung Balce.

Balce menambahkan, Penaredondo sempat siuman, namun pingsan lagi kemudian. Dia akhirnya dinyatakan meninggal pukul 22.00 waktu setempat sebelum mencapai rumah sakit.

Akibat insiden tersebut, dua petugas polisi yang menjatuhkan hukuman berat terhadap para pelanggar jam malam telah ditangguhkan sambil menunggu hasil penyelidikan.

Hal itu diungkapkan oleh Juru Bicara Kepolisian Nasional Filipina Brigjen Ildebrandi Usana.

Baca juga: Filipina Tuduh China Berencana Caplok Lebih Banyak Fitur di Laut China Selatan

Polisi setempat awalnya membantah kejadian tersebut. Tetapi dua pria yang ditahan bersama Penaredondo menandatangani pernyataan sumpah tentang hukuman itu.

Insiden tersebut bukan pertama kalinya aparat keamanan Filipina dituduh menggunakan tindakan agresif terhadap warga sipil selama pandemi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte bahkan sempat mengatakan kepada polisi pada tahun lalu untuk tidak takut menembak siapa pun yang menyebabkan keributan.

Tahun lalu, seorang mantan tentara yang menderita masalah kesehatan mental ditembak mati oleh polisi ketika dia mencoba melintasi pos pemeriksaan virus corona.

Baca juga: Tradisi Jumat Agung di Filipina, Penyaliban Realistis sebagai Ekspresi Iman

Pemimpin kelompok hak asasi lokal bernama Karapatan, Cristina Palabay, mengatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan polisi merupakan bentuk penyiksaan yang kejam dan tidak manusiawi.

Karapatan sendiri kerap membantu keluarga dari ribuan warga yang terbunuh dalam perang yang dikobarkan Duterte terhadap narkoba.

Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Filipina mengkritik hukuman yang dijatuhkan polisi terhadap pelanggar jam malam.

Penjatuhan hukuman tersebut dianggap terlalu berlebihan terhadap penegakan aturan dan regulasi karantina.

Juru Bicara Komisi HAM Filipina Jacqueline Ann de Guia mengatakan, pelanggar jam malam seharusnya didenda saja daripada dijatuhi hukuman fisik yang berat.

Baca juga: Militer Filipina Bersiap Kirim Pesawat Tempur untuk Lawan China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Global
AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

Global
Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

Global
Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Ekuador Perang Lawan Geng Narkoba, 7 Provinsi Keadaan Darurat

Global
[POPULER GLOBAL] Identitas Penumpang Tewas Singapore Airlines | Fisikawan Rusia Dipenjara

[POPULER GLOBAL] Identitas Penumpang Tewas Singapore Airlines | Fisikawan Rusia Dipenjara

Global
Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Ukraina Kembali Serang Perbatasan dan Wilayahnya yang Diduduki Rusia

Global
Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Singapore Airlines Turbulensi, Ini Nomor Hotline bagi Keluarga Penumpang

Global
Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Rusia Pulangkan 6 Anak Pengungsi ke Ukraina Usai Dimediasi Qatar

Global
Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Fisikawan Rusia yang Kembangkan Rudal Hipersonik Dihukum 14 Tahun

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com