WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Seorang pria di Amerika Serikat telah tertular Covid-19 dua kali dan gejala-gejala yang ia alami pada kejadian kali kedua berkembang menjadi lebih membahayakan daripada yang pertama, menurut laporan pada dokter.
Pria berusia 25 tahun itu membutuhkan perawatan di rumah sakit setelah ia mengalami kekurangan oksigen akibat fungsi paru-paru yang terganggu.
Infeksi ulang jarang terjadi dan pria itu sekarang telah pulih.
Baca juga: Eksistensi Tari Ronggeg Blantek dan Tari Cenderawasih Asal Indonesia di Tengah Pandemi Virus Corona
Meski demikian, studi yang diterbitkan di Lancet Infectious Diseases, menimbulkan pertanyaan tentang tingkat kekebalan tubuh terhadap virus.
Tetapi studi di Lancet Infectious Diseases, menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar kekebalan yang dapat dibangun terhadap virus.
Pria dari Nevada itu tidak memiliki masalah kesehatan maupun kekurangan pada kekebalan yang membuatnya sangat rentan terhadap Covid.
Apa yang terjadi dan kapan
25 Maret - Gejala gelombang pertama, termasuk sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala, mual dan diare
18 April - Dia dites positif untuk pertama kalinya
27 April - Gejala awal sembuh total
9 dan 26 Mei - Hasil tesnya negatif dua kali
28 Mei - Dia mengalami gejala lagi, kali ini termasuk demam, sakit kepala, pusing, batuk, mual dan diare
5 Juni - Tes positif untuk kedua kalinya, dan hipoksia (oksigen darah rendah) dengan sesak napas
Para ilmuwan mengatakan pasien itu terjangkiti virus corona dua kali, dan bukan infeksi awal menjadi tidak aktif dan kemudian berkembang kembali.
Baca juga: Sempat Berangsur Normal dari Virus Corona, Kini Malaysia PSBB Lagi
Perbandingan kode genetik virus yang diambil selama setiap serangan gejala menunjukkan bahwa kode itu terlalu berbeda untuk disebabkan oleh infeksi yang sama.
"Penemuan kami menandakan bahwa infeksi sebelumnya belum tentu melindungi dari infeksi di masa depan," kata Dr Mark Pandori, dari University of Nevada.
"Kemungkinan infeksi ulang dapat memiliki implikasi signifikan bagi pemahaman kita tentang kekebalan terhadap Covid-19."
Dia mengatakan bahkan orang yang telah pulih harus terus mengikuti pedoman seputar jarak sosial, masker wajah, dan cuci tangan.
Sebelumnya ada asumsi bahwa gelombang kedua infeksi Covid-19 akan lebih ringan, karena tubuh telah belajar melawan virus untuk pertama kalinya.
Baca juga: Belum Selesai Virus Corona, China Kini Diserang Norovirus
Masih belum jelas mengapa pasien dari Nevada itu menjadi sakit parah untuk kedua kalinya. Satu gagasan adalah kemungkinan dia mulai mungkin telah terpapar pada dosisvirus yang lebih besar.
Masih menjadi suat kemungkinan kekebalan awal memperburuk infeksi kedua. Hal ini telah didokumentasikan dengan penyakit seperti demam berdarah, di mana antibodi yang dibuat sebagai respons terhadap satu jenis virus dengue menyebabkan masalah jika terinfeksi oleh jenis lain.
Paul Hunter, dari Universitas East Anglia, mengatakan penelitian itu "sangat memprihatinkan" karena celah waktu yang kecil antara kedua infeksi tersebut, serta tingkat keparahan infeksi kedua.
"Mengingat fakta bahwa hingga saat ini lebih dari 37 juta orang telah terinfeksi, kami berharap akan mendengar lebih banyak insiden jika infeksi ulang yang sangat dini dengan penyakit parah biasa terjadi.
"Masih terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti apa implikasi dari temuan ini untuk program imunisasi apa pun. Tetapi temuan ini memperkuat poin bahwa kami masih belum cukup tahu tentang tanggapan kekebalan terhadap infeksi ini."
Baca juga: Ucapan Fauci soal Virus Corona Diedit, Dipelintir di Iklan Kampanye Trump
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.