Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini AS Cabut 1.000 Visa Warga China untuk Pertahanan Keamanan Nasioal

Kompas.com - 10/09/2020, 13:57 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mencabut visa 1.000 warga negara China di bawah mandat presiden 29 Mei, untuk menangguhkan masuknya pelajar dan peneliti dari China yang dianggap berisiko terhadap keamanan nasional.

Pejabat kepala Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Chad Wolf, mengatakan sebelumnya bahwa Washington memblokir visa "mahasiswa pascasarjana dan peneliti China tertentu yang terkait dengan strategi fusi militer China, untuk mencegah mereka mencuri dan melakukan penelitian sensitif."

Mengutip laporan dari Al Jazeera pada Kamis (10/9/2020), dalam pidatonya, Wolf mengulangi tuduhan AS atas praktik bisnis yang tidak adil dan spionase industri oleh China, termasuk upaya untuk mencuri penelitian virus corona, dan menuduhnya menyalahgunakan visa pelajar untuk mengeksploitasi akademisi AS.

Wolf mengatakan AS juga bahwa langkah tersebut untuk "mencegah barang-barang yang diproduksi dari tenaga kerja budak memasuki pasar kami, menuntut agar China menghormati martabat yang melekat pada setiap manusia".

Baca juga: AS Memberlakukan Pembatasan Visa kepada 14 Pejabat Iran yang Disebut telah Melanggar HAM

Pernyataan yang jelas ditujukan untuk dugaan pelecehan Muslim di wilayah Xinjiang, barat China.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan kepada kantor berita Reuters pada Rabu, bahwa kebijakan pencabutan visa tersebut dilakukan Donald Trump sebagai bentuk tanggapan terhadap China yang memberlakukan UU Keamanan Nasional baru di Hong Kong.

"Pada 8 September 2020, departemen telah mencabut lebih dari 1.000 visa warga negara China yang ditemukan, untuk mengimplementasikan Proklamasi Presiden 10043 dan karena itu tidak memenuhi syarat untuk visa," kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya, menggunakan inisial untuk China.

Dia mengatakan "mahasiswa pascasarjana dan peneliti yang berisiko tinggi " tidak memenuhi syarat mewakili "sebagian kecil" orang China yang datang ke AS, untuk belajar dan melakukan penelitian.

Sementara, pelajar dan cendekiawan yang sah akan tetap disambut.

Baca juga: AS akan Membuka Kembali Layanan Visa Seluruh Dunia

Hubungan yang memburuk

China mengatakan pada Juni bahwa mereka menentang setiap langkah AS untuk membatasi siswa China yang belajar di AS.

Kemudian, mendesak Washington untuk berbuat lebih banyak ke arah peningkatan pertukaran ilmu dan pemahaman bersama.

Sekitar 360.000 warga negara China belajar di AS, menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk pendidikan tinggi, meski pun pandemi Covid-19 telah sangat mengganggu semester baru.

Sebelumnya, beberapa mahasiswa China yang terdaftar di universitas AS mengatakan bahwa mereka menerima pemberitahuan melalui email pada Rabu (9/9/2020), dari Kedutaan Besar AS di Beijing atau konsulat AS di China, yang menginformasikan bahwa visa mereka telah dibatalkan.

Baca juga: China Memberlakukan Larangan Visa karena Tidak Suka AS Ikut Campur

Lebih dari 60 siswa pemegang visa F-1 termasuk mahasiswa pascasarjana dan sarjana, mengatakan bahwa dalam pemberitahuan tersebut dinyatakan mereka harus mengajukan visa baru, jika mereka ingin bepergian ke AS.

Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa di AS mereka mempelajari mata pelajaran, seperti sains, teknologi, teknik, dan matematika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Amunisi Buatan AS Digunakan Dalam Serangan Israel di Rafah

Amunisi Buatan AS Digunakan Dalam Serangan Israel di Rafah

Internasional
Rangkuman Hari Ke-827 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Tengah Malam Kharkiv | Polemik Ratusan Warga Sri Lanka Ditipu Jadi Tentara Rusia

Rangkuman Hari Ke-827 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Tengah Malam Kharkiv | Polemik Ratusan Warga Sri Lanka Ditipu Jadi Tentara Rusia

Global
Hamas Tegaskan Tak Akan Lanjutkan Negosiasi jika Israel Terus Menyerang

Hamas Tegaskan Tak Akan Lanjutkan Negosiasi jika Israel Terus Menyerang

Global
Trump Dinyatakan Bersalah atas 34 Tuduhan Kejahatan

Trump Dinyatakan Bersalah atas 34 Tuduhan Kejahatan

Global
Pemerintah Slovenia Setujui Pengakuan Negara Palestina Merdeka

Pemerintah Slovenia Setujui Pengakuan Negara Palestina Merdeka

Global
Israel Rebut Koridor Utama Gaza-Mesir, Pertempuran Rafah Kian Sengit

Israel Rebut Koridor Utama Gaza-Mesir, Pertempuran Rafah Kian Sengit

Global
[POPULER GLOBAL] Israel Rebut Seluruh Perbatasan Gaza dengan Mesir | Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat

[POPULER GLOBAL] Israel Rebut Seluruh Perbatasan Gaza dengan Mesir | Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat

Global
Bantuan Lewat Rafah Terhambat, Israel Buka Kembali Penjualan Makanan di Gaza

Bantuan Lewat Rafah Terhambat, Israel Buka Kembali Penjualan Makanan di Gaza

Global
Diduga Jalankan Jaringan Malware Terbesar yang Pernah Ada, Pria China Ditangkap

Diduga Jalankan Jaringan Malware Terbesar yang Pernah Ada, Pria China Ditangkap

Global
Gambar AI 'All Eyes on Rafah' Dibagikan Lebih dari 40 Juta Kali di Instagram

Gambar AI "All Eyes on Rafah" Dibagikan Lebih dari 40 Juta Kali di Instagram

Global
Di India, Kotoran Sapi Bisa Diubah Menjadi Energi Alternatif

Di India, Kotoran Sapi Bisa Diubah Menjadi Energi Alternatif

Global
India Dilanda Gelombang Panas, Suhu Dekati 50 Derajat Celsius

India Dilanda Gelombang Panas, Suhu Dekati 50 Derajat Celsius

Global
Guru dan Murid Rohingya Dibunuh Orang-orang Bersenjata di Bangladesh

Guru dan Murid Rohingya Dibunuh Orang-orang Bersenjata di Bangladesh

Global
Kampanye Pemilu Meksiko 2024 Paling Berdarah Sepanjang Sejarah, Puluhan Calon Tewas Dibunuh

Kampanye Pemilu Meksiko 2024 Paling Berdarah Sepanjang Sejarah, Puluhan Calon Tewas Dibunuh

Global
Siapa Itu Hong Kong 47 dan Apa Tujuan Mereka?

Siapa Itu Hong Kong 47 dan Apa Tujuan Mereka?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com