BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Hyundai

Inspirasi Energi: Ketika Mobil Listrik Tetap Jadi Isu Seksi di Tengah Pandemi Virus Corona

Kompas.com - 24/08/2020, 18:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Kendaraan listrik semakin populer di dunia. Produsen mobil konvensional bahkan berlomba-lomba meluncurkan mobil listrik mereka sendiri. Bahkan pandemi virus corona tidak menyurutkan semangat inovasi dalam hal kendaraan listrik.

Negara-negara di seluruh dunia juga berlomba agar kendaraan listrik dapat sesegera mungkin menggantikan kendaraan konvensional. Tak lain dan tak bukan hal itu agar ketergantungan terhadap minyak bumi dapat semakin dipangkas.

Inggris cukup radikal agar penjualan mobil listrik bisa diterapkan sesegera mungkin. Pada 2035, negara tersebut melarang seluruh penjualan mobil non-listrik baik itu mobil berbahan bakar bensin, solar, bahkan mobil hibrida (bahan bakar fosil campur listrik).

Sementara itu di Indonesia, belum ada undang-undang (UU) yang mengatur pelarangan penjualan mobil konvensional di tahun-tahun mendatang. Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Perpres tersebut mengatur pemberian insentif kepada produsen kendaraan bermotor listrik. Insentif tersebut diberikan untuk mobil dan juga sepeda motor yang menggunakan baterai.

Jokowi juga mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Pengenaan PPnBM tidak lagi berdasarkan pada bentuk bodi kendaraan. Melainkan besaran emisi gas buang yang dihasilkan atau konsumsi bahan bakar. Peraturan tersebut akan berlaku mulai 16 Oktober 2021.

Namun peraturan dan regulasi saja tidak cukup untuk menstimulus penjualan mobil listrik di seluruh dunia. Dilansir dari Automotive World, para pakar dari University of Warwick angkat bicara mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan popularitas mobil listrik.

Baca juga: Bugatti Luncurkan Mobil Listrik Anak-anak, Harganya Hampir Rp 1 Miliar

Baterai yang Lebih Baik

Profesor David Greenwood dari University of Warwick mengatakan mobil listrik tidak akan populer jika kendaraan tersebut tidak memberikan penawaran yang lebih baik daripada mobil konvensional. Penawaran tersebut seperti kenyamanan, keterjangkauan, dan kegunaan yang lebih baik.

Dia mengatakan alasan utama kenapa orang-orang saat ini tidak banyak yang membeli mobil listrik adalah karena harganya yang terlalu mahal. Komponen baterai adalah salah satu komponen dalam mobil listrik yang membuatnya menjadi sangat mahal.

Selain itu, orang-orang masih skeptis soal keandalan baterai dan keandalan titik pengisian ulang daya listrik. Saat ini dimensi baterai kendaraan listrik juga masih cukup besar. Jika menginginkan mobil listrik yang memiliki daya tempuh yang tinggi, maka dimensi baterai juga harus diperbesar lagi. Itu berarti harga mobil listrik akan semakin lebih mahal.

Oleh karena itu, para ilmuwan di seluruh dunia, terutama Greenwood dan timnya, terus mengembangkan teknologi baterai yang andal sekaligus murah. Selain itu, dimensinya juga harus diperkecil.

“Kami ingin memberikan solusi dengan sistem yang lebih sederhana, meningkatkan masa pakai baterai, mengurangi waktu pengisian ulang untuk jarak tempuh hingga 500 kilometer, dan pengurangan berat hingga 10 persen dibandingkan dengan baterai saat ini,” kata Greenwood.

Baca juga: Jerman Yakin Pembangkit Listriknya Cukup untuk Topang Mobil Listrik

Lokasi Stasiun Pengisian Ulang yang Tepat dan Cepat

Meski kendaraan listrik sudah ada di pasaran, pembelian secara masif oleh masyarakat belum terjadi. Masyarakat masih khawatir akan kesiapan stasiun pengisian daya listrik terutama di daerah-daerah terpencil.

Profesor Richard McMahon dari Warwick University mengatakan pengemudi ingin menempuh jarak yang lebih jauh sehingga kemungkinan besar perlu lebih banyak titik pengisian daya listrik. Dia menambahkan lokasi pengisian yang strategis di pinggir jalan raya merupakan faktor yang mendorong masyarakat untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh dengan kendaraan listrik.

Ilustrasi mobil listrik Thailand.Bangkokpost.com Ilustrasi mobil listrik Thailand.

“Supercharger Tesla adalah salah satu contohnya. Lalu British Petroleum dan Jaringan Listrik Nasional Inggris juga sedang mencari pusat pengisian ulang cepat. Solusi untuk pengisian daya di jalan juga sedang dikembangkan,” kata McMahon.

Perusahaan start-up Char.gy bahkan telah mengembangkan teknologi untuk memungkinkan pengemudi mencolokkan mobil mereka ke tiang lampu. Perusahaan menciptakan alat pengisian daya kendaraan listrik yang dapat dengan mudah dipasang ke tiang lampu yang ada.

Instalasi alat tersebut tidak memerlukan catu daya lanjutan atau pekerjaan dasar apa pun. WMG Warwick University membantu Char.gy merancang, membangun, dan menguji prototipe teknologi tersebut agar desainnya memenuhi standar Uni Eropa untuk titik pengisian daya.

Baca juga: [VIDEO] Coba Mobil Listrik Termurah, Hyundai Ioniq

Penguatan Jaringan Listrik

Setelah kedua teknologi di atas sempurna, teknologi tersebut harus digunakan secara efisien. Ini membutuhkan jaringan distribusi listrik yang andal dan dapat mengatasi pengisian daya kendaraan listrik di berbagai lingkungan dan lokasi.

Sistem yang benar-benar berkelanjutan adalah di mana kelebihan kapasitas penyimpanan energi dapat digunakan kembali. Ide ini sedang dieksplorasi oleh tim peneliti WMG lain. Mereka melihat kemungkinan mengakses energi yang disimpan dalam kendaraan listrik saat tidak digunakan.

Konsep kendaraan-ke-jaringan (V to G) berpotensi untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Profesor James Marco berpendapat bahwa menghubungkan kendaraan listrik ke jaringan listrik akan memberikan solusi yang baik dalam hal kesenjangan kapasitas.

Baca juga: Sebelum Punya Mobil Listrik, Belajar Dahulu Cara Merawat Baterainya!

Daur Ulang Baterai

Anwar Sattar, Insinyur Utama dalam Daur Ulang Baterai di WMG, mengatakan bahwa ada banyak baterai yang saat ini tidak dirancang dengan memperhatikan masa akhir pakai. Beberapa kemasan baterai memiliki kemampuan daur ulang yang sangat rendah karena mengandung banyak bahan seperti lem yang membuatnya sulit untuk dibongkar dan didaur ulang.

Karena itu, pekerjaan sedang dilakukan untuk mengatasi hal ini. WMG telah bekerja dengan dua pemasok otomotif global yang berfokus pada penggunaan kembali dan mendaur ulang baterai dengan lebih efisien.

Pertama, mereka akan mengembangkan proses penilaian baterai yang akurat dan hemat biaya. Kedua, mereka akan mendorong inovasi teknologi baterai yang mendukung negara berkembang dan komunitas terpencil.

Baca juga: ITS Luncurkan iCar, Mobil Listrik Otonom Tanpa Pengemudi

Penjualan Mobil Listrik

Dilansir dari Electrical Times, penjualan mobil listrik di Inggris memang mengalami penurunan penjualan. Hal itu tidak hanya dialami oleh mobil listrik saja namun juga mobil konvensional.

Pandemi virus corona yang menyerang sendi-sendi perekonomiaan disinyalir menjadi jebloknya penjualan baik itu mobil listrik maupun mobil konvensional. Kendati demikian, penjualan mobil listrik digadang-gadang akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang.

Selama April, sebanyak 1.374 unit mobil listrik telah terjual. Untuk pertama kalinya, penjualan mobli listrik lebih tinggi dari penjualan mboil diesel pada bulan yang sama yakni 1.079.

Pada Juni, penjualan mobil listrik melonjak menjadi 8.903 unit. Sedangkan pada Juli, penjualan mobil listrik turun sedikit dengan total 8.162 unit terjual.

Sementara itu di Amerika Serikat (AS) penjualan mobil listrik pabrikan Tesla mendominasi dengan total penjualan 71.375 unit selama semester pertama tahun 2020 sebagaimana dilansir dari Forbes.

Penjualan mobil listrik di AS pada semester pertama 2020 tercatat sebanyak 86.661 unit. Selain Tesla, produsen mboil listrik seperti Porsche, Nissan, Audi, dan Chevrolet menyumbang penjualan mobil listrik yang cukup signifikan di Negeri “Uncle Sam”.

Baca juga: Luhut Bilang Pajak dan Pelat Khusus Mobil Listrik Segera Selesai

Bagaimana dengan Indonesia?

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Putu Juli Ardika, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian, mengatakan bahwa perkembangan mobil listrik di Indonesia terbilang cukup baik.

Menurut Putu, sebanyak 600 unit mobil listrik terjual di Indonesia pada 2019. Sementara itu, sampai dengan April 2020, penjualan mobil listrik sudah mencapai 545 unit. Putu menambahkan pangsa pasar mobil listrik di Indonesia saat ini masih didominasi oleh perusahaan angkutan umum.

Sementara itu, Dosen Prodi Ketahanan Energi Universitas Pertahanan sekaligus Perkayasa Madya BPPT, Nugroho Adi Sasongko, mengatakan pandemi virus corona memang memengaruhi sektor industri manufaktur. Namun hal tersebut tak menyurutkan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.

“Jika sesuai roadmap, pada 2020 (pengunaan kendaraan listrik) ditargetkan akan mencapai 10 persen. Sementara pada 2025 (penggunaan kendaraan listrik) adalah 20 persen,” kata Nugroho ketika dihubungi Kompas.com.

Menurutnya, untuk menghadapi lonjakan penjualan mobil listrik yang signifikan pemerintah perlu menyiapkan regulasi pendukung baik di tataran konsumen maupun produsen. Selain itu pengembangan komponen pendukung di dalam negeri juga harus didukung.

“Serta yang tak kalah penting adalah pengembangan infrastruktur pendukung mobil listrik seperti Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang harus disiapkan,” sambung Nugroho.

Dia mengamati pengembangan mobil listrik di Indonesia masih berjalan lancar. Pabrik yang memproduksi baterai di Morowali sudah dibangun. Pengembangan dan penelitian baterai listrik oleh konsorsium badan riset nasional dan sejumlah perguruan tinggi juga sudah dilakukan.

“Pekerjaan rumah lainnya adalah upaya pengembangan industri komponen kendaraan listriknya. Itu supaya Indonesia bukan hanya menjadi konsumen tetapi juga dapat sebagai produsen komponen kendaraan listrik. Termasuk menguasai teknologi dan rantai pasoknya di dalam negeri,” tambah Nugroho.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com