Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lulus S3 di UGM, Anak Guru Ngaji Lulus Cepat dan Gapai IPK 4,00

Kompas.com - 26/01/2024, 06:40 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Mukhamad Ngainul Malawani (31) menjadi salah satu wisudawan dari 836 lulusan program Pascasarjana UGM di Grha Sabha Pramana, pada Rabu (24/1/2024).

Dia berhasil meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi 4,00 sekaligus berpredikat Pujian.

Tidak hanya sampai di situ, dia juga dinobatkan sebagai wisudawan dengan predikat lulusan tercepat, karena berhasil meraih doktor dalam waktu 2 tahun 8 bulan 17 hari.

Baca juga: Seleksi CBT UGM 2024 Akan Diambil dari Nilai UTBK-SNBT

Padahal, masa studi rata-rata jenjang program S3 adalah 4 tahun 9 bulan.

Dia mengaku senang berhasil menyelesaikan doktor dengan predikat IPK tertinggi dan menjadi lulusan tercepat.

Yang menarik, dia tidak hanya berhasil menyelesaikan studi doktor, tapi juga menyelesaikan pendidikan doktor di dua kampus yang berbeda, yakni di Prodi S3 Ilmu Geografi UGM dan Pendidikan Doktor di University of Paris 1 Panthéon-Sorbonne.

"Sebenarnya saya ambil kuliah di dua tempat. Di UGM terdaftar Januari 2021. Di Perancis compulsory course telah selesai pada tahun pertama, jadi tinggal melanjutkan riset. Karena tahun 2021 juga masih suasana pandemi, kuliah di UGM pun semua dijalankan online tanpa harus saya pulang ke Indonesia," ucap dia dilansir dari laman UGM, Kamis (25/1/2024).

Pria yang akrab disapa Ngainul itu mengaku, dirinya lulus S1 Geografi Lingkungan UGM pada tahun 2014. Selanjutnya, dia melanjutkan pendidikan S2 Magister Geografi UGM Lulus 2017.

Kemudian karena diterima menjadi tenaga pendidik di UGM, ia pun melanjutkan studi di Prancis November 2019.

"Di sana saya mengambil program join supervision, agar dapat dibimbing oleh supervisor dari Prancis dan Indonesia," ungkap dia.

Beruntung bagi Ngainul, adanya kerja sama UGM dengan Univ Paris 1 Panthéon-Sorbonne lalu dilanjutkan kerja sama Fakultas Geografi UGM dengan Ecole Doctorale Geographie de Paris yang salah satunya adalah terkait pembukaan program double degree untuk jenjang doktor.

"Kebetulan saya jadi mahasiswa di sana dan terjalinnya hubungan baik yang sudah sangat lama antar kedua institusi, maka MoU dan Agreement dicoba untuk dijalankan," jelas dia.

Dalam menjalankan kuliah di dua kampus yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, Ngainul mengaku sempat mengalami kesulitan saat perkuliahan di awal, tapi berkat bimbingan dari dua mentornya, dia pun bisa menyelesaikan pendidikan S3 dengan tepat waktu.

Baca juga: Cerita Dua Wisudawan Difabel UB, Lulus S1 dengan IPK di Atas 3,00

"Berkat supervisi Prof. Franck Lavigne dan Dr. Danang Sri Hadmoko, riset saya cepat selesai. Selain dukungan akademis, para supervisor juga memberikan dukungan finansial riset karena penelitian dilakukan di Lombok," tutur dia.

Ngainul lahir dan besar di Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Ayah dan Ibunya menjadi guru mengaji di kampungnya. Selain itu, keluarganya juga ikut beternak dan bertani.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com