Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laely Indah, Lulus Cumlaude Tercepat S2 Ilkom Unpad dan Kisahnya tentang Wastra Sumba Timur

Kompas.com - 08/12/2023, 14:36 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Laely Indah Lestari lulus program studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan menjadi lulusan tercepat di angkatannya dan mendapatkan IPK tertinggi 4.0 dengan yudisium Pujian (Cumlaude).

Laely yang dikenal sebagai culture traveller, fashion designer, fotografer dan penulis buku, dalam saat bersamaan juga tengah menempuh program S3 doktoral untuk bidang yang sama di Ilmu Komunikasi di Unpad.

Ibu dua orang anak ini mengangkat penelitian Wastra Tenun Ikat dan Budaya Masyarakat Sumba Timur dalam tesis program magister membahas bentuk dan dinamika komunikasi di dalamnya.

“Saya sangat bersemangat dan serius dalam melakukan penelitian khususnya di bidang wastra dan budaya, saya berharap hasil dari penelitian saya ini bisa menjadi suatu kebaruan dan informasi bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,” ungkap Laely (8/12/2023).

Laely menemukan proses komunikasi unik pada proses pembuatan tenun ikat Sumba Timur yang banyak dipengaruhi sistem kasta hingga membentuk wastra tenun indah.

Hal tersebut, lanjutnya, menunjukkan dalam satu lembar kain terdapat proses komunikasi yang dipengaruhi budaya dan tradisi, sehingga pada tiap motif tenun ikat memiliki makna dan filosofi tersendiri.

"Keunikan yang muncul ialah sistem kemasyarakatan yang dianut oleh penduduk Sumba Timur sebagian besar masih berbentuk adat kerajaan dengan sistem kasta. Sistem masyarakat yang masih menggunakan sistem adat berpengaruh pada proses komunikasi yang dilakukan," ungkapnya.

Baca juga: Unpad dan Binus Luncurkan Program Magister Double Degree

"Penyampaian informasi dan pengembangan tenun ikat di kampung adat tersebut hanya dilakukan oleh kaum Bangsawan, menyebabkan terjadinya bentuk komunikasi satu arah," tambah Laely.

Hal tersebut tentu berpengaruh pada hasil tenun yang dibuat memiliki perbedaan kualitas yang signifikan.

"Selain itu, keunikan lain ditemukan dalam penelitian saya di Sumba Timur ialah bahwa setiap kain tenun yang dibuat memiliki makna motif yang sangat spesifik. Contohnya ialah terdapat motif yang khusus dibuat untuk upacara pemakaman Raja," ujar Laely.

Motif tersebut menceritakan tentang prosesi pemakaman Raja Sumba Timur yang dilakukan mulai dari upacara adat hingga prosesi penguburan jenazah yang ditempatkan di bawah kubur batu.

Selain itu, terdapat motif pohon yang disakralkan di mana pohon tersebut digunakan sebagai tempat menyimpan tengkorak musuh. Motif ini sangat berkaitan dengan perang.

"Dua motif tersebut menunjukkan bahwa pembuatan motif tenun Sumba sangat mendalam dan sangat melibatkan perasaan kolektif sesuai dengan adat budaya yang berkembang," ujar Laely menjelaskan.

Tenun Sumba sendiri, ujar Laely, dapat terjaga dan saat ini masih banyak ditemukan karena proses pelestariannya dilakukan dengan kesadaran masyarakat bahwa tenun merupakan hal yang penting dalam kehidupan dan karena menyangkut budaya dan kepercayaan.

"Agar tenun semakin dikenal dan dilestarikan, tentunya perlu ada eksplorasi yang lebih luas seperti menggunakan tenun sebagai busana dalam fashion show atau membuat produk-produk fashion menggunakan tenun ikat Sumba Timur," ungkap Laely.

Baca juga: Cerita Ayah dan Anak Wisuda S2 Bersama, Raih Gelar Magister Manajemen

Ia menjelaskan, bentuk pelestarian yang dilakukan melalui fashion diantaranya dilakukan Brand Laelyind yang menggunakan tenun Sumba dalam berbagai fashion show yang diikuti.

"Tujuannya adalah mempromosikan dan mengenalkan tenun Sumba agar lebih dikenal oleh masyarakat secara luas," pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com