Oleh: Hariadi, Irni Prihardini, Desty Dwi Kayanti, Liuciana Handoyo Kirana, dan Riana Sahrani*
TAHUN 2023, masyarakat Indonesia dikejutkan viralnya sejumlah kasus anak yang jadi korban perundungan oleh teman-temannya.
Pertama, kasus di Cilacap, beredar video yang memperlihatkan sejumlah anak sekolah sedang berkumpul dan melakukan penganiayaan dan perundungan terhadap korban berusia 14 tahun.
Para pelaku memukul dan menendang korban berkali-kali hingga terjatuh. Tidak ada perlawanan dari korban yang sudah tidak berdaya.
Pihak kepolisian kemudian menetapkan temannya yang masih berusia 15 tahun dan 14 tahun menjadi tersangka.
Kedua, kasus bullying pada siswa di Masjid Darrussalam, Balikpapan. Pada video yang viral, pelaku memukul korban, kepalanya ditendang, korban tampak tidak berdaya dan tidak melakukan perlawanan.
Ketiga, kasus bullying pada anak Sekolah Dasar (SD) yang belum lama ini terjadi di Bekasi dan berujung fatal, yaitu amputasi kaki. Belakangan diketahui korban mengidap kanker tulang.
Berdasarkan ketiga kasus di atas, terlihat perilaku bullying terutama di lingkungan sekolah masih marak terjadi di Indonesia.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KEMENPPPA), bullying dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak” yang merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Sebaiknya guru, orangtua dan orang di lingkungan sekitar mengetahui apa saja bentuk-bentuk bullying agar bullying tidak dianggap menjadi hal sepele atau dianggap sebagai candaan.
Berikut enam bentuk bullying dikutip dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Dampak bullying pada anak tidak hanya mencakup aspek fisik yang dapat terlihat secara langsung, seperti luka fisik, berdarah, memar dan lain sebagainya. Bullying juga memberikan dampak luas pada kesehatan mental mereka.
Anak yang mengalami bullying seringkali mengalami penurunan harga diri, suasana hati yang cenderung cemas dan negatif, kesulitan mempertahankan konsentrasi, serta berbagai gejala psikosomatis seperti sakit perut atau sakit kepala.
Selain itu, dapat juga muncul dampak kesulitan tidur, gangguan pola makan, risiko tinggi terhadap depresi, bahkan potensi peningkatan risiko bunuh diri.
Semua dampak ini menciptakan beban signifikan pada kesejahteraan anak, memengaruhi perkembangan sosial, emosional, dan psikologis mereka secara keseluruhan.
Ada beberapa hal yang masih salah kaprah mengenai perilaku bullying. Berikut miskonsepsi bullying yang harus diperbaiki:
Pertama, bullying adalah cara untuk menguatkan mental dan karakter peserta didik.
Pandangan ini tentunya kurang tepat. Mengutip dari Inspektorat Jenderal Kemenristek bahwa perundungan tidak boleh dianggap sebagai metode pendidikan.
Ada cara lain untuk menguatkan mental peserta didik dengan pendekatan positif, yaitu membangun lingkungan belajar yang aman dan mendukung perkembangan serta kesejahteraan peserta didik.
Kedua, ada guru yang menganggap bullying hanyalah candaan biasa. Guru seharusnya memahami dampak serius dari candaan yang merendahkan dan merugikan siswa, baik secara fisik maupun secara emosional.