Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen Unwahas: Teknologi Biosildam MA-11 Jadi Sumber Inspirasi Pertanian

Kompas.com - 04/11/2023, 21:59 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Universitas Wahid Haysim (Unwahas) Semarang, Dr. Nugroho Widiasmadi menyatakan, teknologi Biosildam MA-11 telah menjadi sumber inspirasi dalam pertanian di Indonesia.

"Teknologi ini mewakili perubahan besar dalam paradigma pertanian, beralih dari pendekatan kimia menjadi organik terukur," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (4/11/2023).

Baca juga: 6 Jurusan Pertanian Terbaik Indonesia Beserta Biaya Kuliahnya

Bukan hanya para petani, tapi teknologi ini mencuri perhatian pemerintah dan sektor swasta.

Dengan begitu membuka jalan bagi pertanian yang lebih berkelanjutan dan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia.

"Petani melaporkan peningkatan produksi dan keuntungan, mengurangi ketergantungan pada bahan kimia berbahaya, yang berdampak positif pada biaya dan hasil panen yang lebih sehat," ucap dia.

Lalu, teknologi pertanian terbaru ini juga mampu menghadapi tantangan alam, seperti kekeringan dan masalah sumber daya air. Pendekatan organiknya membuat pertanian lebih tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.

Selain itu, penghentian penggunaan bahan kimia berbahaya memberikan kontribusi penting pada lingkungan yang lebih bersih dan sehat, serta melindungi ekosistem yang berkelanjutan.

Untuk itu, teknologi ini merupakan langkah bijak menuju pertanian yang berkelanjutan dan masa depan.

"Ini menandakan perubahan positif menuju pertanian organik di Indonesia," tutur dia.

Anggota DPR RI Komisi XI, Susi Marleny Bachsin memberikan dukungannya yang kuat untuk teknologi ini.

"Ini menggarisbawahi pentingnya Teknologi Biosoildam MA-11 dalam mengatasi masalah pertanian, infrastruktur, dan ekonomi nasional dengan fokus pada teknologi yang ramah lingkungan," tutur Susi Marleny.

6 penyebab kegagalan usaha pertanian

Dr. Nugroho pernah menyatakan, ada 6 penyebab yang membuat kegagalan usaha pertanian yang saat ini terjadi.

Hal itu berdasarkan analisis maupun eksperimen yang telah dilakukannya 10 tahun silam.

Baca juga: Cerita Chira Raih IPK 3,98, Jadi Lulusan Terbaik Universitas Pertamina

Pertama, daya dukung lahan tidak optimal akibat matinya tanah oleh pemakaian pupuk kimia sejak revolusi hijau tahun 1970.

Kedua, rendahnya kemampuan menyimpan air dan nutrisi alami dalam periode panjang, bahkan dalam satu periode musim saja sudah kering/kosong.

"Ketiga, rapuhnya anatomi tanaman mulai dari ujung akar sampai ujung daun akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia/sintetis," kata dia.

Keempat, bersarangnya virus yang terbawa di benih, sehingga menghasilkan tanaman yang cacat/tidak sehat.

Kelima, aparat daerah terutama Dinas Teknis dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di daerah yang tidak punya solusi jelas (cepat, mudah, dan terukur) untuk pertanian di daerahnya masing-masing.

Baca juga: Kisah Adil, Siswa Piatu yang Ingin Jadi Pengusaha di Masa Depan

Keenam, hasil penelitian Balai/Litbang Pertanian yang tidak solutif pada krisis pertanian ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com