Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Invensi Baru dan Biaya Pemeliharaan Paten Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset (Bagian I)

Kompas.com - 23/10/2023, 15:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU tentang paten selalu menjadi topik penting di perguruan tinggi dan lembaga riset. Paten adalah salah satu luaran andalan yang perlu terus didorong pertumbuhannya.

Tulisan ini akan membahas dua hal, pertama terkait invensi paten, dan kedua terkait biaya pemeliharaan paten di perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Invensi baru

Paten identik dengan invensi baru yang dapat diterapkan dalam industri. Variabel terakhir ini menunjukan unsur pragmatis sains dan teknologi. Hal ini pula yang membedakan invensi paten dengan temuan teori sains dan teknologi.

Oleh karena itu, kesuksesan perolehan paten harus dibarengi dengan aplikasinya dalam industri dan sukses dikomersialisasikan.

Komersialisasi juga bentuk imbalan atas jerih payah inventor dan kontra prestasi yang dapat dinikmati inventor atas segala biaya riset yang telah dikeluarkan.

Berbeda dengan hak cipta, misalnya, yang menerapkan stelsel deklaratif, di mana pelindungan hukumnya lahir pada saat diumumkan tanpa melalui uji substantif, paten justru menerapkan stelsel konstitutif, yang mewajibkan uji substantif sebagai syarat untuk diberi paten (granted).

Berdasarkan stelsel konstitutif ini, Paten hanya dilindungi dan diakui setelah didaftarkan. Patent granted akan diberikan setelah melalui proses pemeriksaan substanstif oleh pemeriksa paten.

Dalam proses pemberian paten, invensi juga diumumkan kepada publik sebagai bentuk transparansi dan penilaian publik. Mereka yang terganggu haknya dapat mengajukan oposisi berupa keberatan atas akan diberikannya paten kepada inventor tersebut.

Lalu invensi seperti apa yang layak mendapat paten (patentable invention)? Mengacu pada Pasal 5 dan pengecualiannya pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Invensi hanya dapat diberi paten sepanjang memenuhi syarat merupakan invensi baru (new invention), dalam arti tidak memiliki kesamaan dari sisi fungsi dan ciri teknis (features) dibanding dengan prior art, yaitu yang telah diungkapkan sebelumnya.

Mengingat paten bersifat konstitutif, maka invensi juga harus memenuhi asas "first to file" di mana tanggal penerimaan pendaftarannya tidak sama atau lebih belakang dari invensi yang telah diungkap atau didaftarkan sebelumnya.

Di sinilah pentingnya asas kerahasiaan sebelum invensi dipublikasikan. Karena publikasi yang dilakukan atas invensi yang belum didaftarkan, justru akan menghilangkan sifat kebaruan yang dapat berakibat ditolaknya permohonan paten.

Invensi juga harus mengandung langkah inventif, dalam arti invensi merupakan hal “tak terduga” sebelumnya (non-obvious) bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang Teknik sekalipun (pasal 7 UU Paten).

Kesimpulannya langkah inventif identik dengan kelebihan dari penemuan yang sudah ada sebelumnya, atau sesuatu hal yang tidak terduga.

Invensi baru itu harus dapat diterapkan dalam industri. Jika invensi berupa proses, maka proses tersebut harus dapat diimplementasikan dalam praktik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com