Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Merdeka dari Kekerasan di Dunia Pendidikan

Kompas.com - 16/08/2023, 16:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yoseph Bambang Wiratmojo*

KASUS kekerasan di dunia pendidikan semakin marak, menjadi viral lewat media sosial maupun menjadi ulasan berita di media arus utama.

Dari Januari hingga akhir Juli 2023, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI; dalam Muhammad, 2023) mencatat 16 kasus perundungan di lingkungan sekolah. Terjadi dari tingkat SD, SMP, SMA; baik di sekolah umum, kejuruan, maupun keagamaan.

Kasus teraktual yang masih menjadi pemberitaan media di Tanah Air pada Agustus 2023 adalah kasus Zaharman, seorang guru di SMAN 7 Rejang Lebong Bengkulu yang diserang oleh Arfan Jaya (AJ), orangtua murid, dengan ketapel mengenai mata hingga buta permanen.

Baca juga: Kronologi Guru di Bengkulu Dikatapel Orangtua Murid dan Kini Terancam Buta

Kasus lain, bullying yang menimpa K, siswi kelas 12 SMAN 9 Bengkulu, yang dilakukan oleh oknum guru dan teman sekelasnya. Korban K menderita sakit autoimun sejak kelas 10.

Teman-teman K sering mem-bully secara verbal, sementara sejumlah guru melakukan fitnah, bahwa K menjadi juara kelas karena memberikan sejumlah uang pada wali kelasnya dan beberapa guru mata pelajaran.

Akibat bullying tersebut sakit autoimun K sering kambuh dan merasa takut pergi ke sekolah (Purba, 2023).

Penelitian IPSOS – Society, Market and People Research 2012 menunjukkan bahwa 91persen orangtua Indonesia mengetahui bahwa anak mereka atau salah satu anak di lingkungannya mereka pernah mengalami cyberbullying (The Jakarta Globe, 2012).

Sementara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2011 hingga 2019 menerima 37.381 pengaduan kekerasan yang terjadi pada anak. Sebanyak 2.473 kasus di antaranya adalah bullying pada lingkungan pendidikan dan melalui aplikasi media sosial.

KPAI menyatakan tren tersebut terus meningkat akhir-akhir ini. Hasil Survei Perilaku Pengguna Internet – Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII, 2018) juga mendapati fakta bahwa 49 persen respondennya pernah mengalami bullying di media sosial.

Penelitian yang saya lakukan tahun 2016 pada 1.194 responden yang terdiri dari siswa-siswi SMP dan SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa 48,2 persen dari mereka pernah mengalami bullying secara fisik, 71,2 persen pernah mengalami bullying non-fisik (secara verbal dan non-verbal), dan 48,2 persen mengalami bullying lewat media internet (cyberbullying).

Dari mereka yang pernah mengalami bullying fisik dan non-fisik, menyebut sekolah sebagai lokasi paling sering terjadinya bullying, rumah menempati tempat kedua, dan tempat umum yang terakhir.

Sekolah menjadi tempat paling sering terjadinya bullying terkonfirmasi, ketika pelaku bullying (perpetrator) mengaku bahwa target bullying mereka paling sering adalah teman sekolah (67,7 persen), guru (3,5 persen), dan saudara lebih muda (adik) di rumah sebesar 22,1 persen (Wiratmojo, 2020).

Juvonen and Gross (2005) mengatakan bahwa bullying (tradisional) di “dunia nyata” mendapatkan tempat baru di dunia maya (internet), berkat kemajuan teknologi informasi komunikasi.

Penelitian saya menemukan pula, pengalaman bullying siswa-siswi tersebut - baik sebagai korban (victim) maupun pelaku (perpetrator), fisik maupun non-fisik, secara tatap muka (face to face) maupun menggunakan media di dunia maya, semua saling terkait satu sama lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com