Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FSGI Beri 3 Pendapat Ini Terkait Polemik PPDB Jalur Zonasi Kota Bogor

Kompas.com - 10/07/2023, 11:31 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Wali Kota Bogor, Bima Arya mengumumkan ke publik bahwa telah terjadi manipulasi data kependudukan di wilayahnya untuk kepentingan mendaftar PPDB jalur zonasi.

Bahkan, Wali Kota Bima Arya sampai datang sendiri ke rumah warga yang kartu keluarga (KK) dimiliki dipermasalahkan.

Baca juga: 6 Tips Kuliahkan Anak bagi Orangtua Gaji di Bawah Rp 5 Juta

Padahal, manipulasi data dengan cara pindah Kartu Keluarga (KK) tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat, melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan dan dinas dukcapil, apalagi sampai 20 anak dengan orangtua berbeda masuk dalam satu KK.

Harusnya hal ini dapat diantisipasi dari awal oleh jajaran terkait.

Atas kejadian itu, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo membuka suara.

Menurut dia, ada tiga hal yang disorot FSGI terkait polemik PPDB jalur Zonasi yang saat ini terjadi permasalahan di Kota Bogor.

Pertama, Kemendikbud Ristek sudah menerapkan PPDB Sistem Zonasi selama 7 tahun.

Awalnya beragam permasalahan kependudukan dan penyebaran sekolah yang tidak merata menjadi persoalan tertinggi, tapi seiring dengan waktu hal tersebut sedikit demi sedikit dapat diatasi dengan baik oleh sejumlah daerah.

Di antaranya memperkuat sistem di dukcapil agar tidak terjadi manipulasi terkait data kependudukan.

"Kalau Kota Bogor masih mengalaminya, maka seharusnya kepala daerahnya mengevaluasi jajaran kelurahan, kecamatan dan dukcapil yang jelas di bawah kewenangan kepala daerah, bukan menyalahkan sistem PPDB Zonasi yang sudah ada 7 tahun dan mulai diterima luas masyarakat," kata dia dalam keterangannya, Senin (10/7/2023).

Kepala daerah, kata dia, dapat segera mengevaluasi jajaran terkait dan jatuhkan sanksi pada jajarannya jika ditemukan manipulasi data kependudukan yang melibatkan jajaran birokrasi.

"Seharusnya masalah klasik seperti ini sudah dapat diatasi selama 5 tahun menjabat, karena kelurahan, kecamatan dan dinas dukcapil merupakan anak buah langsung kepala daerah," jelas dia.

Kedua, kejadian yang ada di Kota Bogor seharusnya membuat kepala daerah harus menambah sekolah negeri.

Seperti, Kota Bekasi yang sudah menambah 7 SMP Negeri, Kota Tangerang menambah 9 SMP Negeri, Kota Pontianak menambah 1 SMA Negeri, Kota Depok menambah 1 SMA Negeri, DKI Jakarta menambah 10 SMK Negeri, dan sebagainya.

Hal tersebut dilakukan karena para kepala daerah sadar bahwa sekolah negeri tidak banyak dan tidak merata penyebarannya, terutama SMP, SMA, dan SMK.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com