Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Keliru, Menjadikan Finlandia sebagai Kiblat Pendidikan

Kompas.com - 10/03/2023, 17:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK hasil tes PISA merajai dan menjadi tolak ukur keberhasilan sistem pendidikan dunia, nama Finlandia berkibar di dunia internasional sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik. Siswa-siswanya disebut paling bahagia, guru-gurunya bermutu tinggi, dan masih banyak pujian hebat yang ditujukan ke negara Skadinavia itu.

Indonesia dalam berbagai seminar selalu menjadikan Finlandia sebagai contoh negara dengan sistem pendidikan terbaik. Tak banyak yang tahu, rangking PISA Finlandia terus menurun meskipun tidak pernah melewati sepuluh besar ke bawah.

Saat ini, untuk Eropa, rangking PISA tertinggi diduduki Estonia. Kita jarang mendengar para pakar pendidikan memuji-muji sistem pendidikan Estonia. Tahun 2018, Rangking PISA Estonia diposisi tiga setelah China dan Singapura.

Baca juga: Berkaca PISA Vietnam

Saya justru merekomendasikan Indonesia mencontoh Vietnam. Vietnam berjaya di PISA 2012, 2015, bahkan 2018. Vietnam secara geografis dekat dengan Indonesia. Statusnya negara berkembang dan masalah-masalah Vietnam mirip dengan Indonesia.

Korupsi yang masih tinggi. APBN yang 20 persen dialokasikan untuk pendidikan. Infrastruktur sekolah belum merata di kota dan desa memiliki banyak kemiripin dengan Indonesia. Namun anehnya, vietnam yang baru mulai membangun negerinya tahun 1975, seusai dihantam perang berkepanjangan dari tahun 1955, mampu meninggalkan Indonesia di rangking PISA.

Indonesia sejak tahun 2000 mengikuti tes PISA. Sejak itu sampai tahun 2022 posisi Indonesia betah bertengger di peringakat 10 terbawah.

Vietnam yang pertama kali mengikuti tes PISA tahun 2012 langsung melejit di posisi atas, bahkan mengalahkan negara-negara maju anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Mengapa Tak Perlu Berkiblat ke Finlandia

Ada sejumlah alasan mengapa kita tidak perlu berkiblat ke Finlandia dalam masalah pendidikan.

Pertama, sejarah dan budaya Finladia begitu berbeda dengan Indonesia. Tata penyelenggaraan pendidikan Finlandia sudah didukung semua aspek yang membuat pendidikan berhasil dikelola dengan baik.

Finlandia, sebagaimana negara-negara Barat yang sudah maju, mengajarkan praktik baik dalam bersikap sejak dini. Misalnya mengantre dan menghargai makanan. Ketika pulang ke rumah dan ke masyarakat, hal-hal itulah yang disaksikan para siswa. Orang-orang mengantre dengan sabar dan teratur.

Begitu juga ketika membuang sampah, siswa menyaksikan semua orang membuang sampah pada tempatnya. Hal itu adalah budaya di negara itu.

Tidak seperti di Indonesia, di sekolah diajarkan untuk membuang sampah di tempat sampah tetapi di jalanan sampah terserak di mana-mana. Artinya apa? Sistem penataan pembuangan sampah dan kesadaran masyarakat masih rendah.

Di Finladia sistem pengelolan kota dan prilaku disiplin mendukung pembelajaran. Memang tidak salah jika dikatakan bahwa masyarakat yang mapan secara ekonomi dan infrastruktur yang maju mendukung pendidikan yang berkualitas.

Kedua, pendidikan di Finlandia adalah pendidikan untuk semua (education for all). Semua kalangan, baik kaya maupun miskin atau kaum disabiltas mendapatkan kesetaraan dan akses yang sama serta semua bisa merasakan pendidikan yang bagus dan bermutu.

Mari menoleh ke negara kita. Orang-orang kaya akan masuk di sekolah-sekolah swasta yang mahal dan sekolah-sekolah unggulan. Anak-anak pinggir kota dan desa serta orang miskin akan memilih sekolah yang dekat-dekat dan setara dengan kemampuannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com