Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Maraknya Kasus Perundungan di Lingkungan Sekolah, Mari Lakukan Pencegahan!

Kompas.com - 25/11/2022, 10:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERUNDUNGAN atau bullying di lingkungan pendidikan kini tengah kembali menjadi sorotan publik karena viral di media sosial dan kasusnya semakin meningkat.

Beberapa bahkan terjadi di level sekolah dasar seperti di Sekolah Dasar Kecamatan Peninjauan-Ogan Komering Ulu (OKU) - Sumatera Selatan; SD Islamiyah 3 Ternate-Maluku Utara, SDN I Jenggolo Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang; hingga SMP Plus Baiturrahman Bandung.

Dalam beberapa unggahan video yang tersebar di media sosial, korban perundungan mengalami kekerasan verbal dan fisik hingga beberapa di antaranya harus mendapatkan penanganan medis yang cukup serius.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini (BBC News Indonesia, 22/07/2022).

Tidak hanya itu, data riset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan.

Pada tahun yang sama, Indonesia menempati posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak mencatat kasus perundungan di lingkungan sekolah.

Dikutip dari laman Katadata Media Network (2018) sekolah menjadi lokasi tertinggi terjadinya kasus perundungan.

Fakta ini sungguh ironis karena lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa untuk mengenyam pendidikan demi masa depan mereka, malah menjelma menjadi ruang menakutkan.

Menanggapi hal ini, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim secara terbuka menyatakan bahwa masih terdapat tiga ‘dosa besar’ di dunia pendidikan Indonesia antara lain: intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan.

Fakta-fakta di atas secara langsung mengafirmasi bahwa hingga saat ini perundungan masih menjadi salah satu masalah serius yang sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat.

Apa itu perundungan atau bullying?

Dikutip dari buku “Seri Pendidikan Orang Tua: Ayo Bantu Anak Hindari Perundungan” yang diterbitkan oleh Kemendikbud (2017), perundungan atau bullying merujuk pada perilaku tidak menyenangkan yang dilakukan secara sengaja dan berulang sehingga menyebabkan orang atau korban mengalami trauma dan tidak berdaya.

Dalam kasus perundungan di sekolah, pelaku umumnya bersifat agresif dalam melakukan tindakan kekerasan secara berulang kepada siswa yang secara posisi lebih inferior atau tidak diuntungkan secara sosial.

Aluede et al. dalam artikel A Review of the Extent, Nature, Characteristics and Effect of Bullying Behavior in Schools mengatakan bahwa perilaku perundungan saat ini sudah menjadi hal yang ‘biasa’ terjadi hampir di seluruh sekolah di dunia.

Pelaku perundungan umumnya merupakan siswa yang lebih senior atau yang merasa memiliki kapital sosial-budaya lebih tinggi dari korbannya, dan dalam beberapa kasus perundungan di lingkungan sekolah bisa juga dilakukan oleh guru maupun staf pegawai (Olweus, 1994).

Perundungan umumnya terbagi dalam beberapa bentuk, antara lain:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com