Oleh: Zen Wisa Sartre dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Menulis kreatif bukan sekadar menjawab kaidah what, when, why, who, where, dan how atau yang biasa disingkat dengan 5 W + 1 H.
Ada unsur estetika yang berbeda di tiap orang tergantung dari pengalaman, lingkungan, dan keadaan ketika menulis. Namun, agar hasilnya, seperti naskah drama, film, novel, atau puisi, dapat dinikmati publik, diperlukan kedisiplinan dan kepekaan atas masalah.
Fajar Nugros, sutradara dan penulis film "Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama", memaparkan proses kreatifnya dalam siniar BEGINU bertajuk “Menjaga Kepekaan Supaya Relevan”.
Kepekaan atas masalah bukan sebatas yang sifatnya pribadi, melainkan juga masyarakat. Agar lebih peka terhadap sekitar, diperlukan langkah-langkah yang tepat. Melansir dari Indeed, berikut sembilan langkah yang dapat membantu kita menulis kreatif.
Sebagai langkah awal, memahami topik yang akan ditulis sangat penting. Contohnya, bila kita ingin menulis karya sastra prosa dengan genre horor, kita bisa memanfaatkan penulis-penulis terkenal sebagai referensi.
Horor sendiri bukan hanya makhluk yang menyeramkan, melainkan juga bisa berupa keadaan sosial atau penyakit masyarakat. Hal ini bisa kita temukan dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer, seperti Bumi Manusia (2019), yang mengangkat masalah budaya patriarki atau Fyodor Dostoevsky pada Crime and Punishment (2002) yang mengungkap kemiskinan sebagai motif pembunuhan.
Baca juga: 4 Kasus Penculikan Paling Mengerikan Sepanjang Sejarah
Dengan membaca karya-karya di atas sebagai referensi, kita bisa mempelajari bagaimana mereka membuat alur, menulis dialog dan mencitrakan tokoh, serta menciptakan konflik sekaligus penyelesaiannya.
Langkah selanjutnya adalah mengetahui target audiens atau pembaca. Hal ini akan membantu kita untuk menyesuaikan gaya penulisan, masalah, dan topik yang diangkat sehingga hasil tulisan tidak salah sasaran.
Selain itu, kita juga harus melakukan riset karena situasi dan kondisi zaman selalu berubah. Contohnya, bila kita ingin menulis untuk kalangan remaja, kita harus mengetahui keresahan mereka di masa sekarang.
Kita tentu tidak bisa menyamakan kisah cinta "Dilan dan Milea" (2020) dengan "Romeo and Juliet" (1597) yang ditulis Shakespeare di abad ke-16.
Agar tulisan lebih bagus, kita juga bisa mengikuti seminar atau komunitas menulis untuk mendapat umpan balik. Kita juga bisa mengikuti kelas penulisan yang diadakan oleh penerbit atau datang ke acara yang diusung penulis.
Biasanya, mereka akan memaparkan masalah-masalah pada proses kreatif. Di sana, kita juga bisa bertanya dan mendapat tips-tips berharga.
Apabila mengalami kesulitan menulis, kita bisa mencari premis-premis yang sekiranya tepat dan menginspirasi. Tanpa disadari kita bisa menggunakan lingkungan sekitar sebagai premis cerita.
Jangan sampai kita terlalu sibuk dengan imajinasi, kemudian luput dengan apa yang sedang terjadi di sekeliling kita.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.