Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat UGM: Tidak Ada Urgensi Naikkan Harga BBM Subsidi

Kompas.com - 23/08/2022, 17:21 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah lewat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mengatakan pada pekan lalu bahwa Presiden Jokowi kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga pertalite dan solar pada pekan depan.

Namun, hari kedua pekan ini tampaknya belum ada tanda-tanda Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi.

Baca juga: Pendaftaran KJP Plus Tahap II 2022 Dibuka, Ini Besaran Bantuannya

Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Dr. Fahmy Radhi, Presiden Jokowi tidak akan pernah mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi pekan ini, bahkan pekan depan sekali pun.

Alasannya, kenaikan harga pertalite menjadi Rp 10.000 dan harga solar menjadi Rp 8.500 sudah pasti akan menyulut inflasi.

Kontribusi inflasi akibat menaikkan harga pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen, sedangkan kenaikkan harga solar diperkirakan sebesar 1,04 persen.

Sehingga sumbangan inflasi kenaikan pertalite dan solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen.

Padahal, inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen, sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen.

Dibandingkan dengan inflasi pada 2021 hanya pada kisaran 3 persen secara year on year (yoy), maka dengan inflasi sebesar 7,17 persen akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat.

Dengan begitu akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen.

Selain itu, dengan inflasi sebesar 7,17 persen tentu akan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok yang memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin.

Baca juga: Korupsi Rektor Unila, Forum Rektor: Cederai Pendidikan dan Keadilan

Bahkan, rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi BBM lantaran tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat penaikan harga BBM Subsidi.

"Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi mengatakan opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin. Berdasarkan pernyataan Jokowi itu sesungguhnya mengisyaratkan tidak menaikkan harga BBM subsidi dalam waktu dekat, karena pertaruhannya cukup besar," ucap dia melansir laman UGM, Selasa (23/8/2022).

Fahmy mengakui, beban APBN untuk subsidi energi memang semakin membengkak hingga mencapai Rp 502,4 triliun.

Meski begitu perlu diingat bahwa beban subsidi Rp 502,4 triliun adalah total "anggaran subsidi energi", terdiri subsidi BBM, LPG 3 kg, dan listrik yang diperhitungkan berdasarkan beberapa asumsi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan inflasi.

Sedangkan, realisasi yang benar-benar dikeluarkan (cash outflow) per 31 Juli 2022 total subsidi energi baru sebesar Rp 88,7 trliun, untuk realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 Kg baru sebesar Rp 62,7 triliun.

Dengan beban pengeluaran sebesar itu, kata Fahmy, Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan entengnya menambah kuota Pertalite sebesar 5 juta kiloliter (KL).

Selain pengeluaran riil subsidi BBM (cash outflow), ada juga tambahan pemasukan riil (cash inflow) di APBN akibat kenaikan harga komoditi ekspor yang meningkat.

Baca juga: Korupsi Rektor Unila, Kemendikbud: Orangtua Jangan Cari Jalan Pintas Masukkan Anak ke PTN

"Berdasarkan komposisi tambahan pemasukan dan pengeluaran APBN 2022 sesungguhnya tidak ada urgensi menaikkan harga BBM subsidi pekan ini, bahkan tidak juga tahun ini," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com