Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/05/2022, 05:17 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Bagi masyarakat Indonesia, tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tentu, semua pasti ingat dengan sosok Ki Hadjar Dewantara.

Jadi, sejarah Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia di era kolonialisme.

Namun, kenapa diperingati setiap 2 Mei? Apakah siswa sudah paham? Melansir laman LPMP Provinsi Riau Kemendikbud Ristek, ini penjelasannya.

Baca juga: Sejarah Hari Buruh Sedunia, Siswa Sudah Paham?

Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Sebab hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Adapun filosofinya, Tut Wuri Handayani (“di belakang memberi dorongan”), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959.

Sejarah hari pendidikan nasional

Lantas, seperti apa sosok Ki Hadjar Dewantara? Ki Hadjar Dewantara yang memiliki nama asli R.M. Suwardi Suryaningrat lahir dari keluarga ningrat di Yogyakarta, 2 Mei 1889.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia mengenyam pendidikan di STOVIA, namun tidak dapat menyelesaikannya karena sakit. Akhirnya, Ia bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.

Baca juga: Sejarah Hardiknas, Tidak Lepas dari Sosok Ki Hajar Dewantara

Selain itu, selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau kaum priyayi yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Namun, kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.

Usai kembali ke Indonesia, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Arti semboyan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu ia terapkan dalam sistem pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani".

Adapun arti dari semboyan tersebut adalah:

Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik)

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com