Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Growth Center
Powered by Kompas Gramedia

Sebagai bagian dari KOMPAS GRAMEDIA, Growth Center adalah ekosistem solusi yang memfasilitasi pertumbuhan organisasi dan individu untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka. Growth Center hadir untuk menjadi teman bertumbuh dalam mempercepat pertumbuhan dan transformasi melalui solusi sumber daya manusia berbasis teknologi yang teruji secara saintifik berdampak.

Kami meningkatkan pertumbuhan para individu melalui proses siklus yang berkelanjutan dari menemukan jati diri (discovery) hingga menyediakan pengembangan (development) yang diperlukan. Semua ini hadir dalam produk kami, Kognisi Discovery dan Kognisi Development untuk memfasilitasi individu untuk mengenal dirinya sendiri dan berkembang sesuai dengan keunikan (idiosyncrasy) mereka.

Silakan kunjungi situs kami www.growthcenter.id dan info kolaborasi lebih lanjut bisa kirim surel ke info@growthcenter.id.

 

Mengendalikan Emosi untuk Menghadapi Ketidakpastian

Kompas.com - 16/11/2021, 20:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebelum awal Maret 2020 apakah pernah terbesit di pikiranmu bahwa virus Covid-19 telah tersebar di Indonesia? Banyak dari kita yang tidak menyangka pandemi dapat berdampak luar biasa bagi dunia.

Semesta selalu memiliki cara untuk mengingatkan kita tentang ketidakpastian.

Wajar jika manusia mengalami kelelahan fisik dan emosional dalam menghadapi perubahan yang tidak ada hentinya. Dengan mengendalikan emosi yang kita rasakan dan belajar mengendalikan perasaan, maka kita mudah beradaptasi dengan perubahan.

Belakangan ini kita tentu menyadari isu kesehatan mental menjadi masalah yang sering diangkat. Hal ini karena pandemi memberikan sebuah kejutan bagi kita dan membuat kesehatan mental menjadi terganggu.

Dalam suatu survei oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, terjadi peningkatan gejala masalah psikologis di era pandemi.

Sebanyak 68 persen responden mengalami kecemasan, 67 persen mengalami depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis dan mungkin angka ini bisa menjadi lebih besar lagi.

Dinamika emosi

Dalam usaha mengatasi gangguan mental yang dialami ini, kita sebenarnya telah “meretas” otak kita untuk menjaga kesehatan mental. Misalnya kita menghabiskan waktu luang dengan menonton drama Korea, memasak menu baru, membuka toko daring, dan lain-lain.

Melakukan cara-cara ini memang akan membuat kesenangan, namun kesenangan itu tak bertahan lama. Hal ini karena kita mengandalkan hal-hal diluar diri kita untuk mempertahankan kebahagiaan dan kesehatan mental yang kita miliki.

Baca juga: Ini Cara Mengendalikan Emosi Orangtua Terhadap Anak

Salah satu cara terpenting untuk mengendalikan emosi dari dalam diri kita adalah melatih penerimaan. Kenapa penerimaan? Karena kita cenderung akan lari dari stres dan masalah yang menimpa kita.

Misalnya ketika tugas pekerjaan menumpuk, terkadang kita selalu mencari kesibukan lain, seperti menonton drama Korea dan bermain gim untuk lari dari beban kita.

Kita perlu menyadari dan menerima gejolak emosi selalu hadir dalam batin kita dan tidak dapat dihilangkan karena manusia adalah makhluk yang emosional.

Kekuatan penerimaan terhadap emosi negatif dan positif

Susan David, seorang psikolog dari Harvard, menyatakan emosi kita memiliki kapasitas untuk menjadi dinamis, fleksibel, dan mampu menghadapi kompleksitas hidup. Tinggal bagaimana caranya mengelola emosi untuk menghadapi ketidakpastian.

Keluwesan emosi seperti inilah yang ingin dicapai demi terwujudnya pola kerja agile.

Pola kerja agile bertujuan menyatukan orang, proses, konektivitas, teknologi, waktu, dan tempat untuk menemukan cara kerja yang paling tepat dan efektif untuk melaksanakan tugas.

Pernahkah ketika kamu sedang bersedih dan memiliki emosi tidak stabil, orang-orang di sekitar kamu cenderung menyarankan kamu untuk tetap positif seolah sedih adalah hal yang tabu? Hal inilah yang dinamakan toxic positivity.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com