Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/02/2021, 13:05 WIB
A P Sari,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Solehuddin mengatakan, peta jalan pendidikan yang telah dirumuskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemendikbud) harus memiliki premis yang jelas.

"Peta jalan pendidikan sangatlah urgen, tapi harus dilakukan secara komprehensif dalam sebuah kerangka jelas dan terukur," kata Solehuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/2/2021).

Menurutnya, saat ini peta jalan pendidikan perlu diperjelas lagi premisnya, terutama untuk pendidikan di persekolahan.

"Inti dari transformasi pendidikan adalah peningkatan mutu sistem pembelajaran di sekolah, yang pada gilirannya dapat mewujudkan kualitas belajar siswa," paparnya.

Baca juga: Atasi Jenuh Kuliah Daring, UPI Inovasi Tatap Muka Moda Broadcasting

Premis peta jalan itu, kata Solehuddin, masih belum ditekankan secara tepat pada transformasi pendidikan.

“Perlu diingat juga, peta jalan pendidikan harus memperhatikan semua komponen penting dalam sistem pembelajaran, sehingga bisa membangu mutu proses belajar siswa," kata dia.

Beberapa komponen itu, meliputi mutu penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), mutu kompetensi dan kinerja guru sebagai jabatan profesional, kurikulum sekolah yang terdiversifikasi, serta asesmen kompetensi siswa, pemetaan capaian standar dan umpan balik.

Pendidikan harus bangun budaya literasi

Solehuddin mengatakan, salah satu fakta empiris dibangunnya peta jalan pendidikan adalah rendahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa sekolah. Ini menyebabkan terjadinya low quality of education trap di Indonesia.

Baca juga: UPI Rekrut Calon Mahasiswa Lewat 5 Jalur Seleksi

“Artinya, jika literasi dan numerasi tidak diperkuat, maka jebakan mutu pendidikan rendah tidak bisa berubah secara signifikan,” kata dia.

Solehuddin mencontohkan Elizabeth Pisani, peneliti kebangsaan Amerika Serikat (AS) yang menetap di Inggris. Ia banyak menulis tentang pendidikan di Indonesia.

Pada 2013, Pisani menyampaikan hasil analisis bahwa kemampuan anak Indonesia dalam literasi matematik, sains, dan membaca lewat Program for International Student Assessment (PISA) sangat rendah dan menurun sejak 2009.

Meski demikian, 95 persen siswa Indonesia mengaku bahagia di sekolah. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang anak-anak di Cina (85 persen) dan Korea Selatan (60 persen).

Baca juga: Turnamen E-sports Liga Mahasiswa, Tim UPI-1 Terbaik di Jabar

Untuk merasa bahagia di sekolah, anak-anak Indonesia tidak dituntut bekerja keras, gigih dalam belajar, dan berprestasi. Pelajar Indonesia tidak menyadari bahwa pendidikan mereka tengah melakukan proses pendangkalan intelektual.

Pendangkalan intelektual tersebut dikhawatirkan akan mengkerdilkan anak-anak jika tidak ditangani melalui kebijakan yang relevan dan bermutu.

Selain itu, Solehuddin menyebut, Kurikulum 2013 dan penerapan wajib belajar 12 tahun merupakan dua kebijakan yang terlalu umum dan tidak memiliki daya ungkit dalam peningkatan kemampuan literasi, matematik, sains, dan membaca.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com