Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar IPB: Beras Sagu Cocok bagi Penderita Diabetes

Kompas.com - 25/12/2020, 07:39 WIB
Dian Ihsan,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketergantungan Indonesia dalam memenuhi pangan beras melalui impor merupakan permasalahan kompleks yang dapat mempengaruhi kebijakan dan stabilitas negara dalam sektor pangan.

Hal ini mendorong Dosen IPB dari Departemen Agronomi dan Holtikultura, Hasjim Bintoro untuk melakukan inovasi dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan melalui beras dari sagu.

Baca juga: Bantu Lulusan Cepat Dapat Kerja, IPB Jalankan Program Khusus

"Kandungan pati sagu dan beras mirip, jadi ada kemungkinan untuk diganti. Kelebihan sagu adalah indeks glikemiknya yang rendah serta bebas gluten, jadi akan cocok untuk penderita diabetes," ungkap Hasjim melansir laman IPB, Kamis (24/12/2020).

Dia mengkhawatirkan negara eksportir membatasi ekspornya pada masa Covid-19, sehingga diversifikasi pangan menjadi salah satu solusi dalam upaya menurunkan permintaan beras.

Dia menyampaikan, negara yang biasa jual beras itu sekarang mulai menghemat, karena mereka juga akan memenuhi permintaan pangan rakyatnya sendiri.

"Kita setiap tahun harus beli, dan harus impor. Jadi momentum ini harus digunakan agar tidak bergantung negara lain, dengan bahan pangan kita yang melimpah, yakni lahan sagu sangat luas, bahkan 85 persen sagu dunia ada di kita, ini harus dimanfaatkan," ungkap dia.

Menurut dia, sagu Indonesia yang melimpah dan sebagian besar terdapat di wilayah Papua yang rawan konflik, seharusnya harus disikapi dengan baik.

"Papua itu masalahnya adalah kurang terstrukturnya pembangunan, inilah mengapa urgensinya sagu dimanfaatkan agar rakyatnya dapat sejahtera. Kemiskinannya perlu kita atasi agar tidak terpengaruh negatif oleh asing," jelas dia.

Baca juga: Menkes Budi Gunadi Terpilih Jadi Anggota MWA ITS

Lanjut dia menjelaskan, pengembangan sagu secara optimal harus dilakukan secara terpadu. Budidaya dan pemanfaatan sagu secara terpadu dapat memberikan korelasi positif dengan bertambahnya pendapatan.

"Nanti apabila diproduksi dalam supply yang banyak, maka harganya dapat turun," ujarnya.

Pemanfaatan sagu skala besar

Memang sagu letaknya masih di hutan, sehingga petani hanya dapat memanen yang dapat dijangkau saja. Maka dari itu, diperlukan penyelesaian permasalahan infrastruktur agar pemanenannya dapat skala besar.

Dia menegaskan, jika pemanfaatan sagu hanya satu sampai dua hektar saja maka ini tidak dapat menutupi cost produksi. Idealnya produksi sagu skala besar adalah 30-40 ribu hektar agar dapat sesuai dengan biaya infrastruktur.

Baca juga: UNY Bakal Gelar Kuliah Tatap Muka, Berikut Syarat bagi Mahasiswa

"Membangun kawasan sagu, bukan hanya dengan sagu tapi juga pabriknya. Sagunya jangan hanya dijual dalam bentuk pati, melainkan produk turunan. Nilai jualnya dapat lebih tinggi, sehingga berdampak ke masyarakat sekitar," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com