KOMPAS.com - Ulang tahun Jakarta diperingati setiap 22 Juni. Tanggal ini bertepatan dengan keberhasilan Fatahillah mengusir Portugis dari Jakarta yang dulu bernama Sunda Kelapa.
Dikutip dari Kompaspedia, bangsa Portugis masuk Sunda Kelapa pada 1522.
Sejarawan Tome Pires menyebut Sunda Kelapa sebagai kota pelabuhan yang sangat megah dari Kerajaan Hindu-Pajajaran.
Rombongan awal orang Portugis yang tiba di Sunda Kelapa dipimpin oleh Enrique Leme. Mereka datang sebagai utusan Gubernur Jenderal Portugis.
Baca juga: Sejarah Muslim Tionghoa di Indonesia Era Kolonial
Orang Portugis telah lama mengenal sosok raja Kerajaan Hindu-Pajajaran, Prabu Surawisesa (1521-1535). Saat tiba di Sunda Kelapa, mereka membawa aneka cinderamata untuk raja.
Kemudian, pada 21 Agustus 1522, Kerajaan Hindu-Pajajaran menyepakati pernjanjian persahabatan dengan Kerajaan Portugal.
Dalam perjanjian itu, Portugis bersedia membantu Sunda Kelapa jika kota itu diserang Kerajaan Cirebon.
Sebagai imbalan, Kerajaan Hindu-Pajajaran mengijinkan Portugis mendirikan loji atau kantor dagang di Bandar Banten. Namun, Portugis ingin loji itu didirikan di Sunda Kelapa.
Perjanjian itu dilihat sebagai sebuah ancaman oleh Sultan Trenggana dari Kerajaan Demak.
Atas dorongan dan bantuan Kerajaan Demak, Fatahillah dari Kerajaan Cirebon menyerbu Sunda Kelapa pada 1526 dan berhasil mengusir Portugis dari kota itu pada 22 Juni 1527.
Baca juga: [JEO] Kisah Muslim Tionghoa Menyusuri Jalan Islam di Pecinan
Keberhasilan Fatahillah menguasai Sunda Kelapa menandai masuk dan berkembangnya Islam di kota tersebut.
Sunda Kelapa kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta, yang artinya "kemenangan berjaya" atau ada pula yang menyebut "kota kemenangan".
Dilansir Kompas.com, Fatahillah diakui sebagai panglima perang yang berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Para sejarawan berpendapat bahwa Fatahillah menginjakkan kakinya di Jawa pada 1525, tepatnya di Tanah Sunda.
Kedatangannya disambut baik oleh Raja Hindu-Pajajaran, Prabu Surawisesa, yang dikenal oleh Portugis sebagai Raja Samio.
Baca juga: Sejarah STOVIA dan Kelahiran Boedi Oetomo