KOMPAS.com - Karantina merupakan pilihan paling rasional dan beradab ketika terjadi sebaran infeksi virus. Ini termasuk saat virus corona melanda dunia, seperti saat ini.
Karantina sudah diterapkan sejak abad pertama masehi, ketika terjadi wabah Justinian.
Secara naluriah, manusia akan menghindari individu yang terkena penyakit. Misalnya, perilaku manusia yang menghindari orang dengan penyakit kusta yang sering disebut dalam berbagai kitab.
Ada juga kebiasaan untuk mencegah menyentuh barang dari orang yang terkena penyakit, atau membakar pakaian orang yang meninggal akibat penyakit tertentu.
Wabah pes pada 541-542 masehi dikenal juga sebagai wabah Justinian. Wabah yang menyerang wilayah Mediterania ini menewaskan 30-50 juta jiwa, atau sekitar 10 persen dari populasi Konstantinopel.
Baca juga: INFOGRAFIK: Syarat dan Aturan Dispensasi Karantina
Epidemiolog Indonesia untuk Griffith University Australia, Dicky Budiman berpendapat bahwa wabah yang menyebar di kawasan Arab ini juga menuntut pemisahan antara kelompok yang masih sehat dan yang sakit.
"Ada wabah Justinian, di Arab terjadi pemisahan kelompok yang sakit dan tidak. Ini tercatat dalam sejarah," ujar Dicky kepada Kompas.com, Kamis (13/1/2022).
Sementara, istilah karantina sendiri berawal ketika terjadi pencegahan infeksi penyakit di wilayah Italia.
"Istilah karantina sendiri itu pun dari saat orang datang ke Italia yang mulai memperkenalkan masa membatasi pergerakan orang," kata dia.
Lantas, bagaimana sejarahnya?
Melansir laman CDC, praktik karantina dimulai pada abad ke-14 sebagai upaya melindungi kota-kota pesisir dari epidemik.
Kapal yang tiba di Venesia, Italia dari pelabuhan yang terinfeksi diharuskan menurunkan jangkar selama 40 hari sebelum mendarat, dan orang-orang di dalamnya tetap dalam kapal.
Praktik ini kemudian disebut karantina, yang berasal dari bahasa Italia "quaranta giorni" yang berarti 40 hari.
Baca juga: Pandemi Sudah Hampir 2 Tahun, Kenapa Hoaks Covid-19 Masih Bermunculan?
Pada abad ke-16 praktik karantina semakin meluas. Beberapa daerah menerapkan pengenal atau sertifikat yang membuktikan orang tersebut tidak terinfeksi penyakit, atau dia tidak melakukan perjalanan ke wilayah wabah.
Serta ada kewajiban dari pihak pelabuhan untuk menunjukkan bukti bahwa pelabuhan bebas dari wabah.
Karantina kemudian diperluas ke penyakit lain selain wabah, seperti demam kuning, yang berkembang seiring pertumbuhan perdagangan di Amerika Serikat (AS).
Termasuk penyakit kolera, khususnya bagi mereka yang hendak melakukan perjalanan ke Mekkah.