Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Alasan Laporan AS Sebut Aplikasi PeduliLindungi Melanggar HAM?

Kompas.com - 16/04/2022, 11:35 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

KOMPAS.com - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) dari berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Dalam laporan bertajuk 2021 Country Reports on Human Rights Practices yang dirilis pada Jumat (15/4/2022) itu, aplikasi PeduliLindungi yang digunakan di Indonesia menjadi sorotan. Aplikasi yang digunakan oleh Pemerintah untuk melacak kasus Covid-19 itu dianggap melanggar HAM.

Pemerintah mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) telah angkat bicara terkait tudingan PeduliLindungi melanggar HAM ini.

Lalu sebenarnya apa alasan penggunaan aplikasi PeduliLindungi dianggap melanggar HAM?

Baca juga: Laporan HAM AS: Indonesia Disorot Atas Pelanggaran Privasi oleh Polisi, Data PeduliLindungi, dan Konflik Papua

Alasan PeduliLindungi dianggap melanggar HAM

Di masa pandemi Covid-19, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penularan Covid-19. Salah satunya adalah penggunaan aplikasi PeduliLindungi.

Aplikasi ini digunakan untuk memudahkan Pemerintah melacak kasus Covid-19. PeduliLindungi kemudian menjadi syarat bagi individu yang ingin beraktivitas di tempat-tempat publik dengan cara melakukan check-in di aplikasi tersebut.

Namun, menurut laporan tersebut, aplikasi PeduliLindungi dinilai melanggar HAM, terutama terkait privasi data penduduk.

"Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah," tulis laporan tersebut.

Selain menjadi syarat ketika mengunjungi tempat-tempat publik, di dalam aplikasi PeduliLindungi memang tersimpan data-data individu seperti status vaksinasi, riwayat tes Covid-19, nomor induk kependudukan (NIK), dan nomor telepon.

Baca juga: Respons Laporan HAM AS, Kemenkes: Perlindungan Data PeduliLindungi Jadi Prioritas

Aplikasi PeduliLindungi untuk masuk ke dalam Stasiun Bendungan Hilir, MRT Jakarta, Rabu, (16/2/2022). Provinsi DKI Jakarta disebut sudah melewati gelombang ketiga Covid-19 yang dipicu oleh penyebaran virus corona varian Omicron. Selain angka kasus harian yang menurun, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan Covid-19 atau bed occupancy ratio (BOR) juga mengalami penurunan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Aplikasi PeduliLindungi untuk masuk ke dalam Stasiun Bendungan Hilir, MRT Jakarta, Rabu, (16/2/2022). Provinsi DKI Jakarta disebut sudah melewati gelombang ketiga Covid-19 yang dipicu oleh penyebaran virus corona varian Omicron. Selain angka kasus harian yang menurun, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan Covid-19 atau bed occupancy ratio (BOR) juga mengalami penurunan.

Respons pemerintah

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menilai tudingan dari pegiat HAM bahwa aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM adalah tidak mendasar.

"Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," kata Nadia dalam laman resmi Kemenkes RI, Jumat (15/4/2022).

Nadia menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi berfungsi sebagai alat pencegahan pasien Covid-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum.

Selama periode 2021-2022, kata Nadia, PeduliLindungi sudah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah atau vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik.

Selain itu, lanjut Nadia, aplikasi tersebut juga telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi Covid-19 melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup.

Lebih lanjut, Nadia menjelaskan, laporan tersebut secara spesifik tidak menuding PeduliLindungi melanggar HAM. Karena itu ia mengimbau semua pihak agar teliti membaca laporan asli dari US State Department tersebut.

"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran," katanya.

Menurutnya, penggunaan PeduliLindungi secara masif berdampak positif untuk melaksanakan kebijakan pengawasan (surveillance).

Selain itu, PeduliLindungi memiliki beberapa fitur di antaranya adalah fitur pencarian lokasi vaksin terdekat, fitur telemedisin dan pengiriman obat, fitur penerbitan dan dompet digital sertifikat Indonesia berstandar WHO.

Baca juga: Data PeduliLindungi Jadi Sorotan AS, Mahfud Sebut RI Lebih Baik dalam Penanganan Covid-19

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmidzi.Dok. Kemenkes Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmidzi.

Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim PeduliLindungi efektif dalam menurunkan penularan infeksi Covid-19 baik saat gelombang Delta maupun Omicron.

Mahfud menjelaskan, PeduliLindungi merupakan upaya pemerintah untuk mengatur masyarakat untuk melindungi HAM komunal-sosial.

"Melindungi HAM itu bukan hanya HAM individual tetapi juga HAM komunal-sosial dan dalam konteks ini negara harus berperan aktif mengatur," ujar Mahfud.

Ia menilai laporan HAM yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS itu sebagai hal yang biasa meski berdampak baik untuk penguatan masyarakat sipil. Namun menurut Mahfud, isi laporan tersebut belum tentu benar.

"Kalau soal keluhan dari masyarakat kita punya catatan AS justru lebih banyak dilaporkan oleh SPMH. Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, bedasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan," jelas Mahfud.

(Sumber:Kompas.com/Penulis: Haryanti Puspa Sari, Mutia Fauzia | Editor: Krisiandi)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com