Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Mau Seperti Sri Lanka, Sri Mulyani: Kita Jaga Sangat Hati-hati

KOMPAS.com - Tak mau seperti Sri Lanka yang telah mengumumkan gagal bayar utang luar negeri, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memastikan akan terus menjaga penerbitan utang Indonesia.

Sri Mulyani menjelaskan, dia akan melakukan penyesuaian (adjustment) dari sisi tenor, waktu penerbitan, dan komposisi mata uang sebelum menarik utang dengan menerbitkan obligasi pemerintah.

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Kamis (14/4/2022), Sri Mulyani mengatakan, APBN harus tetap sehat agar selalu siaga pada masa mendatang, meski harus berperan sebagai penambal guncangan (shock absorber).

Oleh sebab itu, konsolidasi fiskal ke arah tiga persen pada tahun 2023 harus tetap dijalankan.

"Mengenai kondisi utang Indonesia, kita (pemerintah) tetap menjaga konsolidasi APBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual di Jakarta, Rabu (13/4/2022).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, pihaknya memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan kerja sama burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) yang masih berlangsung sepanjang tahun 2022.

Berkat optimalisasi sumber tersebut, Sri Mulyani menyatakan, penerbitan utang sudah menyusut hingga sekitar Rp 100 triliun per Maret 2022. Adapun per Februari 2022, penarikan utang sudah turun 66,1 persen.

Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang pada bulan Februari 2022 sebesar Rp 92,9 triliun atau 9,5 persen dari target APBN sebesar Rp 973,6 triliun. Pembiayaan tersebut menyusut dari Februari 2021 yang sebanyak Rp 273,8 triliun.

Tak heran, Sri Mulyani mengatakan bahwa rasio utang Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara lain.

"Untuk menjaga kesehatan APBN, rasio utang (Indonesia) termasuk relatif rendah diukur dari negara ASEAN, G20, dan seluruh dunia," ucapnya.

Sri Mulyani menambahkan, dia akan menjaga porsi penarikan utang sepanjang tahun 2022 mengingat adanya tekanan global yang akan berkonsekuensi kepada kondisi APBN, baik perang di Ukraina maupun normalisasi kebijakan The Fed.

"Ini (penarikan utang) tetap kita jaga secara sangat hati-hati dan prudent. Kami lihat tekanan seluruh dunia ke negara-negara akan meningkat, seperti kepada Sri Lanka, kami akan lihat sisi menjaga (porsi utang)," pungkasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang luar negeri sebesar 51 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 732 triliun (kurs Rp 14.371).

Pengumuman tersebut merupakan langkah terakhir setelah Sri Lanka kehabisan devisa untuk mengimpor barang pokok yang dibutuhkan masyarakat.

Dilansir dari BBC melalui KOMPAS.com, pengumuman gagal bayar utang alias default ini disebabkan krisis ekonomi terburuk yang dialami Sri Lanka dalam 70 tahun terakhir.

Para pejabat Sri Lanka menyatakan, pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat negara itu semakin kesulitan.

Pemerintah Sri Lanka mengklaim, negara itu tak pernah sekali pun gagal membayar utang sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1948.

Warga negara Sri Lanka pun telah lama melakukan aksi protes akibat kekurangan pangan, melonjaknya harga, dan pemadaman listrik.

Negara itu kini sedang bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman baru agar bisa keluar dari krisis.

(Penulis: Fika Nurul Ulya | Editor: Akhdi Martin Pratama)

Sumber: KOMPAS.com

https://www.kompas.com/wiken/read/2022/04/17/060000381/tak-mau-seperti-sri-lanka-sri-mulyani--kita-jaga-sangat-hati-hati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke