Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Omicron Meningkat, Benarkah Banyak Terjadi Reinfeksi pada Penyintas Covid-19?

KOMPAS.com - Kasus Covid-19 kembali mengalami lonjakan yang disebabkan varian Omicron diperkirakan terjadi hingga puncaknya pada awal Maret 2022.

Disebut juga varian Omicron ini terjadi reinfeksi atau infeksi ulang Covid-19 yang cenderung terjadi pada banyak orang yang sudah divaksinasi.

Dokter Spesialis Paru Konsultan, Dr dr Erlina Burhan MSc., Sp.P(K) mengatakan, kasus reinfeksi atau infeksi ulang Covid-19 varian Omicron cenderung banyak terjadi pada orang yang sudah divaksinasi.

"Pada kasus Omicron, reinfeksi dan infeksi pada individu yang tervaksinasi cenderung banyak terjadi," kata Erlina dalam diskusi daring bertajuk Super Immunity on Covid-19: What and How?, Sabtu (22/1/2022).

Erlina menjelaskan bahwa reinfeksi Covid-19 tersebut terjadi karena salah satu sifat varian Omicron yakni escape immunity atau bisa menghindari dan mengelabui sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, banyak orang yang sudah divaksin Covid-19 sekalipun, masih bisa terinfeksi, termasuk mengalami reinfeksi Covid-19 Omicron.

"Tapi memang, kita perlu menyampaikan kembali, walaupun terkonfirmasi (positif Covid-19), tetapi orang-orang yang sudah divaksin ini gejalanya umumnya ringan atau sebagian besar tanpa gejala," jelasnya.

"Ini harus digaris bawahi untuk melawan narasi yang mengatakan, buat apa divaksin toh tetap kena Omicron," tambahnya.

Oleh sebab itu, kata Erlina, super immunity baik yang hybrid immunity (imunitas kombinasi dari vaksinasi dan pernah mengalami infeksi) maupun boosted immunity (imunitas dari vaksinasi booster) sangat berperan dalam menjaga diri melawan infeksi Omicron ini, serta mencegah infeksi yang dapat mengakibatkan gejala atau keparahan yang berat.

Lantas, saat banyaknya kasus Omicron saat ini, mengapa banyak orang mengalami reinfeksi Covid-19?

Reinfeksi adalah infeksi dengan strain baru SARS-CoV-2 pada individu yang telah pulih dari infeksi Covid-19 sebelumnya.

Beberapa kasus infeksi ulang Covid-19 yang dilaporkan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda.

Tidak sedikit masyarakat pun penasaran, kenapa orang yang sudah terinfeksi masih bisa terinfeksi kembali atau mengalami reinfeksi ini?

Dokter di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dr Helmia Hasan, Sp.P(K), M.PD.Ked mengatakan, reinfeksi sebenarnya bukanlah persoalan yang baru.

Helmia menjelaskan, ketika seseorang terinfeksi, maka akan muncul antibodi dalam tubuh orang tersebut.

Bahkan, pada kasus seminggu pertama infeksi Covid-19 itu terjadi, antibodi sudah mulai terbentuk. Dengan begitu, IgM, IgA dan IgG akan terdeteksi dalam 5-15 hari setelah infeksi terjadi.

Antibodi merupakan proteksi utama terhadap infeksi virus. Seroconversion rate pada infeksi SARS-CoV-2 diketahui lebih besar dari 90 persen.

"Makin tinggi keparahan Covid-19, makin cepat peningkatan titer antibodi, karena titer neutralizing antibody berkolerasi positif dengan keparahan Covid-19," jelasnya.

Titer ini cukup bervariasi, titer rendah umumnya terjadi pada individu usia tua (imunosenescence), imunokompromais, penyakit kronis, obat imunosupresif, keganasan hematologik. Antibodi ini dapat terbentuk dari infeksi yang pernah dialami oleh orang tersebut, ataupun dari vaksinasi yang disuntikkan ke dalam tubuh orang itu.

Selain antibodi, CD4 T-Cells dan CD8 T-Cells ikut terlibat dalam adaptasi imunitas saat seseorang terinfeksi virus.

Setelah pasien itu mulai membaik atau sembuh dari infeksi Covid-19, maka selain antibodi, CD4 T-Cells dan CD8 T-Cells, ada peran lain lagi yang ikut aktif dalam meningkatkan memori imunitas yakni Memory B Cells.

Memory B Cells ini akan berperan sekali saat seseorang mendapatkan lagi paparan lain, antigen entah itu dari vaksinasi ataupun reinfeksi.

"Jadi, fungsi sel memori B ini amat sangat penting sekali," kata dia.

Namun, antibodi yang terbentuk itu atau antibodi netralitas (neutralizing antibody) seiring waktu akan mengalami penurunan, setidaknya dalam 2-3 bulan setelah infeksi atau 4-6 minggu.

Dengan begitu, saat antibodi sebagai sumber utama proteksi diri kita dari dalam ini melemah pada strain atau virus yang terkait, ditambah sifat varian baru Omicron ini yang bisa mengelabui imunitas, akan memudahkan infeksi atau reinfeksi tetap saja terjadi.

Sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Erlina, Helmia menegaskan, meskipun ada peluang atau potensi seseorang mengalami reinfeksi Covid-19, bahkan walaupun ia pernah divaksin sekalipun, tetapi jelas infeksi ulang yang terjadi tidak akan membuat keparahan atau kematian bagi pasien.

"Infeksi ulang pada individu dengan hybrid immunity adalah jarang terjadi," tegasnya.

(Sumber : Kompas.com Penulis : Ellyvon Pranita Editor : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)

https://www.kompas.com/wiken/read/2022/02/12/073200781/kasus-omicron-meningkat-benarkah-banyak-terjadi-reinfeksi-pada-penyintas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke