Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Epidemiolog Sebut Tes PCR untuk Semua Moda Transportasi Tidak Tepat: Lebih Baik Antigen

Wacana tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers virtual di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (25/10/2021).

"Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya, selama dalam mengantisipasi periode Nataru," ujar Luhut.

Sejauh ini, kewajiban menyertakan tes PCR negatif baru diterapkan pada moda transportasi udara saja. Namun itu hanya berlaku untuk penerbangan di wilayah Jawa-Bali, sedangkan untuk luar Jawa-Bali masih ada kelonggaran untuk menggunakan tes antigen.

Antigen lebih efektif ketimbang Tes PCR

Terkait wacana pemerintah tersebut, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, tidak tepat untuk menggunakan tes PCR sebagai syarat perjalanan, terlebih bila diterapkan untuk semua moda transportasi.

Menurut Dicky, hal tersebut tidak cost effective. Bukan hanya dari segi harga, tapi juga tidak efektif waktu, tempat, dan sumber daya manusia.

“Kalau tidak cost effective, ya tidak tepat sebagai strategi kesehatan masyarakat. Ini seperti ada salah kaprah dalam memahami kepentingan testing, sehingga terjadi salah penempatan strategi,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/10/2021).

Dicky menuturkan, jika diperuntukkan sebagai syarat perjalanan, rapid test antigen lebih efektif ketimbang tes PCR.

Ia menambahkan, bahwa inti strategi kesehatan masyarakat di masa pandemi adalah menyaring dan menemukan orang-orang yang infeksius (terinfeksi Covid-19), yang mana hal ini bisa dicapai dengan tes antigen.

“Saat ini rapid test antigen sudah sangat sensitif, efektivitasnya bisa mencapai 97 persen. Ini kan juga sudah direkomendasikan WHO sejak September lalu,” ujar Dicky.

Selain itu, lanjut Dicky, tes antigen harganya juga jauh lebih murah serta prosesnya lebih mudah dan lebih cepat.

“Hasilnya (tes antigen) lebih cepat didapat, ketika ada orang terinfeksi maka akan lebih cepat juga untuk diisolasi,” jelasnya.

Sedangkan, kata dia, tes PCR bisa digunakan untuk konfirmasi diagnostik.

Harga tes PCR diturunkan

Diberitakan Kompas.com, Rabu (27/10/2021), di tengah wacana penerapan tes PCR pada semua moda transportasi, pemerintah kini telah menurunkan harga tes PCR. Untuk wilayah Jawa-Bali, harga tes PCR tertinggi adalah Rp 275.000. Sedangkan untuk untuk luar Jawa-Bali adalah Rp 300.000.

Kendati telah mengalami penurunan harga, Dicky khawatir apabila tes PCR tetap dipaksakan menjadi syarat perjalanan untuk semua moda transportasi justru akan menimbulkan masalah baru, misalnya dari sisi kualitas, cost effectiveness, hingga pengawasan sumber daya.

“Belum lagi munculnya pertanyaan di tengah masyarakat terkait harga yang semakin murah, ‘sebenarnya berapa harga tes PCR? Kok sekarang bisa lebih murah?’ Padahal kan faktanya banyak komponen biaya di sana, selain jasa, ada biaya lain seperti reagennya yang harus impor, yang mana berarti kan ada pajak juga. Jangan sampai malah merugikan fasilitas penyedia tes,” jelasnya.

Melihat hal itu, Dicky merekomendasikan penggunaan tes antigen seandainya pemerintah tetap ingin menjadikan hasil tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan untuk semua moda transportasi.

Hal itu agar kontinuitas dari efektivitas strategi kesehatan masyarakat di masa pandemi bisa terus dilakukan dengan baik oleh Indonesia.

“Rapid tes antigen bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Tapi tentu perlu dipilih yang kualitasnya baik, karena kan sekarang sudah banyak macamnya,” pungkas Dicky.

(Sumber:Kompas.com/Bestari Kumala Dewi | Editor: Bestari Kumala Dewi)

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/10/30/065000881/epidemiolog-sebut-tes-pcr-untuk-semua-moda-transportasi-tidak-tepat--lebih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke