Artinya, jika salah satu dari lima anggota tetap memberikan suara kontra dalam Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara, maka keputusan tidak akan disetujui.
Baca juga: Kata PBB soal Penolakan Pengungsi Rohingya di Indonesia
Hak veto sudah lebih dulu diterapkan dalam organisasi internasional sebelum PBB, yakni pada Liga Bangsa-bangsa (LBB) atau League of Nations.
Saat itu, setiap anggota LBB mempunyai hak veto terhadap keputusan non-prosedural. Artinya, setiap keputusan yang dihasilkan oleh LBB wajib disetujui oleh seluruh anggota.
Setelah LBB dibubarkan, AS, Inggris, dan Uni Soviet bertemu untuk merumuskan pembentukan PBB dalam Konferensi Dumbarton Oaks pada Agustus-Oktober 1944 dan Konferensi Yalta pada Februari 1945.
Setelah China bergabung sebagai anggota "asli", keempat negara tersebut pun sepakat untuk menerapkan prinsip konsensus.
Prinsip konsensus adalah prinsip kesepakatan bersama, yang berarti semua kebijakan yang dihasilkan harus berdasarkan persetujuan semua pihak.
Prinsip tersebut kemudian dicantumkan dalam Piagam PBB yang ditandatangani di San Fransisco, California, Amerika Serikat, pada 26 Juni 1945.
Piagam tersebut mulai berlaku sejak 24 Oktober 1945 setelah diratifikasi oleh lima pendiri PBB, yakni China, Perancis, Uni Soviet, Inggris, Amerika Serikat, serta mayoritas negara lain.
Sebagai "balas jasa" peran kelima pendiri PBB, mereka diberikan status khusus anggota tetap Dewan Keamanan PBB bersamaan dengan hak suara khusus atau hak veto.
Baca juga: Menlu Retno “Walk Out” Saat Israel Sampaikan Pernyataan di DK PBB, Ini Alasannya...
Meskipun hak veto dimaksudkan sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan dan mencegah konflik, hal ini justru sering menjadi sumber kontroversi.
Kritik utama terhadap sistem veto adalah kemampuannya untuk memblokir tindakan, meski ada konsensus luas di antara anggota PBB lainnya.
Hal tersebut dapat menghambat respons internasional terhadap krisis kemanusiaan atau pelanggaran hak asasi manusia.
Sebagai contoh, dilansir dari Kompas.com, Selasa (27/2/2024), penggunaan hak veto telah menghalangi intervensi kemanusiaan di Gaza, Palestina.
Bahkan, dalam praktiknya, penggunaan hak veto juga dianggap kerap mencerminkan strategi geopolitik dan kepentingan nasional negara pemegang veto.