Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Halalbihalal di Indonesia, Berikut Sejarah dan Maknanya

Kompas.com - 17/04/2024, 09:30 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

Ia menyebut bahwa saling menyalahkan adalah dosa. Agar elite politik terlepas dari dosa (haram), maka di antara mereka harus dihalalkan.

Caranya, mereka harus duduk satu meja, berbicara satu sama lain, saling memaafkan, dan saling menghalalkan.

Kiai Abdul Wahab menyebutnya dengan 'Thalabu halal bi thariqin halal', yakni mencari penyelesaian masalah dengan cara memaafkan kesalahan.

Presiden Soekarno kemudian mengumpulkan tokoh-tokoh politik yang bersitegang dalam suatu lokasi pada saat hari Lebaran.

Kemudian, diadakan acara bermaaf-maafan yang diikuti lembaga-lembaga lain dan kemudian dikenal sebagai tradisi halalbihalal.

Baca juga: 6 Suplemen untuk Menurunkan Berat Badan Usai Lebaran, Apa Saja?

Makna tradisi halalbihalal

Dilansir dari laman UIN Sunan Gunung Djati, terkait makna dalam istilah halalbihalal, Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (1999), menjelaskan tiga hal untuk memahaminya, yaitu:

1. Aspek hukum fikih

Halal oleh para ulama dipertentangkan dengan haram, apabila diucapkan dalam konteks halalbihalal memberikan pesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa.

Dengan demikian, halalbihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi.

Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halalbihalal, seperti secara lapang dada saling maaf-memaafkan.

Baca juga: Uang Pecahan Kecil Palsu Banyak Beredar Setelah Lebaran, BI Jelaskan Bedanya

2. Aspek bahasa atau linguistik

Kata halal dari segi bahasa berasal dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai makna sesuai rangkaian kalimatnya.

Di antaranya adalah menyelesaikan masalah/kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Jika memahami halalbihalal dari tinjauan ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali.

Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halalbihalal sebagai instrumen silaturahim untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

Baca juga: 8 Golongan yang Berhak Menerima Zakat, Salah Satunya Mualaf

3. Aspek tinjauan Qur’ani

Quran menuntut halal thayyib, yang baik lagi menyenangkan. Artinya agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.

Inilah mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan, tetapi juga berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.

Jadi, makna yang berupaya diwujudkan melalui tradisi halalbihalal lebih dari sekadar saling memaafkan, tetapi mampu menciptakan kondisi di mana persatuan dan silaturahmi tetap terjalin dengan baik.

 

(Sumber: Kompas.com/Susanto Jumaidi | Editor: Tri Indriawati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com