Lebih lanjut, Bambang merinci total kerugian lingkungan hidup akibat tambah timah liar itu. Berikut perinciannya:
Dengan begitu, total kerugian mencapai Rp 223,36 triliun.
Dengan begitu, total kerugian mencapai Rp 47,70 triliun.
Jika semua nominal kerugian di dalam hutan dan di luar kawasan hutan di total, hasil kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271,06 triliun.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Korupsi Timah Ilegal yang Menyeret Harvey Moeis
Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menyatakan bahwa hasil penghitungan ekologi yang disampaikan Bambang belum termasuk kerugian keuangan negara.
Jumlah tersebut akan ditambahkan dengan kerugian keuangan negara yang muncul dalam perkara yang sedang diusut Kejagung itu.
"Saat ini penghitungan kerugian keuangan negara masih berproses, nanti berapa hasilnya akan kami sampaikan," ujar Kuntadi, dilansir dari Kompas.com (20/2/204).
Menurut Kuntadi, sebagian besar lahan yang ditambah oleh pelaku penambangan timah itu seharusnya dipulihkan atau direklamasi. AKan tetapi, hal itu tidak dilakukan.
"Sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja, menimbulkan bekas lubang-lubang besar dan rawa-rawa yang tidak sehat bagi lingkungan masyarakat," kata dia.
Lubang bekas tambang tersebut mengandung logam berat dan bahan kimia beracun yang berbahaya.
Kubangan lubang yang menganga besar itu juga membahayakan jiwa masyarakat sekitar.
Data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menyebutkan, setidaknya terdapat 168 korban jiwa yang meninggal akibat lubang tambang di seluruh Indonesia sejak 2014-2020,.
Jatam juga mencatat, setidaknya terdapat 3.092 lubang tambang yang masih terbuka, berisi air beracun dan mengandung logam berat karena belum direklamasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.