Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Cooling System" Polda Jateng, Apakah Lumrah Dilakukan Jelang Pemilu?

Kompas.com - 09/02/2024, 19:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, sejumlah rektor perguruan tinggi di Jawa Tengah mengaku diminta untuk membuat video berisi apresiasi terhadap kinerja Presiden Joko Widodo.

Permintaan ini salah satunya diungkapkan oleh Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Kota Semarang, Ferdinandus Hindarto.

Menurutnya, seorang anggota kepolisian memintanya untuk membuat video tersebut. Namun, dia menolak pembuatan video itu.

Belakangan, Polda Jawa Tengah membenarkan bahwa pihaknya memang meminta rektor untuk membuat video dengan tujuan cooling system.

"Jadi pada satu sisi bahwa tujuannya dalam rangka pemilu ini tadi disampaikan melaksanakan kegiatan cooling system kepada beberapa tokoh baik agama, masyarakat, orang-orang yang punya kompeten untuk bisa membantu menjaga situasi kamtibmas bisa berjalan aman lancar dan tertib," Kabid Humas Polda Jateng Kombes Stefanus Satake Bayu, Selasa (7/2/2024).

Lantas, apakah cooling system ini lumrah dilakukan oleh pihak kepolisian menjelang pelaksanaan pemilu?

Baca juga: Beda Pernyataan Rektor Unika Soegijapranata dan Polisi soal Permintaan Video Apresiasi Jokowi


Cooling system lumrah menjelang pemilu

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, polisi memang kerap melakukan cooling system semasa pemilu maupun Pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Memang ada cooling system. Itu biasanya dilakukan Satgas (satuan tugas) Nusantara saat Operasi Pengamanan Pemilu atau Pilkada," kata Poengky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/2/2024).

Menurutnya, cooling system termasuk tindakan preventif untuk menjaga situasi pemeliharaan dan penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) tetap kondusif.

Upaya cooling system dilakukan kepolisian dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.

Misalnya, mengajak para tokoh untuk mengimbau masyarakat lebih bijak bermedia sosial, tidak menyebarkan hoaks, serta tidak melakukan kejahatan kebencian.

"Jika tidak dilakukan tindakan pencegahan berupa cooling system, memang dikhawatirkan masalah-masalah kecil bisa membesar dan berdampak mengganggu kamtibmas," tegas dia.

Kegiatan tersebut dilakukan bersama tokoh-tokoh penting, sehingga bisa diterima masyarakat umum. Mereka yang bisa dilibatkan adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh kampus, dan sebagainya.

Baca juga: Daftar Kampus yang Kritik Sikap Jokowi dalam Pilpres 2024

Penerapan cooling system

Rektor Unika Semarang Ferdinandus Hindarto ditemui dalam jumpa pers di kampusnya, Selasa (6/2/2024).KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Rektor Unika Semarang Ferdinandus Hindarto ditemui dalam jumpa pers di kampusnya, Selasa (6/2/2024).
Lebih lanjut, Poengky menjelaskan bahwa cooling system dilakukan dengan mengunjungi tokoh masyarakat setempat.

Cooling system juga bisa dilakukan dengan mengajak dialog masyarakat, seperti Cangkrukan Jaga Kampung, ketika masyarakat, tokoh, dan polisi duduk bersama berdiskusi untuk menjaga harkamtibmas di kampung.

"Ini kegiatan yang positif melibatkan masyarakat untuk bersama-sama menjaga harkamtibmas menjelang pemilu atau pilkada," lanjut dia.

Selain itu, cooling system dilakukan untuk mencegah tawuran remaja, konflik sosial, politik uang, dan gangguan-gangguan lainnya di suatu wilayah.

Kegiatan yang diselenggarakan akan disesuaikan dengan adat atau budaya masing-masing wilayah.

Baca juga: Guru Besar Ramai-ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Kubu Amin, TPN, TKN, dan Istana

Kompolnas minta klarifikasi Polda Jateng

Poengky menuturkan, pihaknya telah menyurati Polda Jawa Tengah untuk meminta klarifikasi sekaligus memastikan pelaksanaan cooling system berjalan sesuai aturan.

Klarifikasi diperlukan karena Kompolnas ingin menekankan perlunya penghormatan kepada kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi dari pihak kampus.

"Kompolnas mengirimkan surat klarifikasi ke Polda Jawa Tengah untuk menanyakan apakah benar ada pesan kepada para rektor untuk memberikan apresiasi kepada presiden," jelasnya.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa surat permintaan klarifikasi yang dilayangkan ke Polda Jawa Tengah tidak berarti adanya pemeriksaan.

Sebab, Kompolnas selaku pengawas fungsional dan eksternal Polri tidak berwenang memeriksa Polda Jateng.

Kompolnas secara simultan akan mendorong Mabes Polri untuk bertindak aktif dalam melakukan pengawasan sekaligus pemeriksaan tanpa menunggu laporan adanya kecurangan di pemilu.

Baca juga: Rektor Atma Jaya Yogyakarta Juga Diminta Buat Video Testimoni Jokowi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com