KOMPAS.com - Kopi adalah minuman populer yang banyak dinikmati oleh orang-orang di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Saking populernya, saat ini banyak bermunculan kopi instan saset yang lebih mudah dinikmati kapan pun dan di mana pun.
Selain itu, sama halnya dengan kopi tubruk, kopi saset juga dikaitkan dengan banyak manfaat kesehatan dan mengandung antioksidan serta nutrisi yang sama, dikutip dari Healthline.
Meski begitu, terkadang masih ada perbedaan pendapat antara kopi instan dan kopi tubruk.
Lantas, apakah kopi saset sama sehatnya seperti kopi tubruk?
Baca juga: 6 Kelompok Orang yang Tak Dianjurkan Minum Kopi HItam
Ada beberapa perbandingan untuk menentukan apakah kopi saset sama sehatnya atau tidak dengan kopi tubruk. Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui:
Kopi saset dan kopi tubruk, keduanya sama-sama memiliki manfaat kesehatan dan potensi risiko yang serupa.
Ahli jantung senior di The Harley Street Heart & Vascular Centre, Michael Ross MacDonald mengatakan, keduanya merupakan sumber antioksidan yang baik dan dikaitkan dengan sejumlah manfaat kesehatan.
Manfaat kesehatan tersebut termasuk penurunan risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, kanker hati dan endometrium, penyakit parkinson, dan depresi.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa kedua bentuk kopi tersebut dapat meningkatkan kewaspadaan, energi, dan konsentrasi.
Meskipun keduanya mengandung antioksidan, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa bermanfaat tertentu, seperti asam klorogenat (antioksidan kuat) mungkin lebih rendah dalam kopi saset karena metode pengolahannya.
"Jadi, Anda akan mendapatkan antioksidan dari keduanya, namun Anda mungkin mendapatkan lebih sedikit antioksidan dari kopi instan," ujar ahli diet terdaftar di Athletic Muscle, Chrissy Arsenault, dikutip dari Eating Well (25/10/2024).
Baca juga: Penelitian Temukan Manfaat Menambahkan Cokelat ke dalam Kopi, Apa Saja?
Sementara itu, beberapa orang mungkin juga mengkhawatirkan kandungan akrilamida pada kopi saset yang juga disebabkan oleh cara pengolahannya.
“Meskipun telah diklasifikasikan sebagai potensi karsinogen dalam dosis tinggi dalam penelitian pada hewan, hubungan antara akrilamida dalam makanan dan kanker pada manusia belum diketahui secara pasti,” kata Arsenault.
Food and Drug Administration (FDA) turut menyoroti, konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam penelitian pada hewan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan dalam makanan manusia.