Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Sorotan Saat Debat Cawapres, Apa Itu "Greenflation"?

Kompas.com - 21/01/2024, 22:03 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

Sebagai contoh, pajak karbon yang membantu menjaga lingkungan hidup, menyebabkan harga bahan bakar naik. Hal inilah yang memicu gerakan protes Rompi Kuning di Perancis pada 2018.

Dari segi logam strategis, harga litium yang digunakan untuk membuat baterai mobil listrik meningkat sebesar 400 persen pada 2021.

Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, sementara permintaan litium diperkirakan akan meningkat sebanyak 40 kali lipat pada 2040.

Hal yang sama berlaku untuk aluminium, yang digunakan untuk menghasilkan energi surya dan angin, dengan harga naik dua kali lipat antara 2021 dan 2022.

Kondisi tersebut diperkirakan akan bertahan lama lantaran China yang memproduksi 60 persen dari seluruh aluminium, telah memutuskan untuk membatasi produksi pabrik baru yang berpolusi tinggi, untuk mencapai netralitas karbon.

Baca juga: Beda Cara Anies, Prabowo, dan Ganjar Berantas Korupsi jika Terpilih Jadi Presiden 2024

Greenflation picu kekhawatiran jangka pendek

Di sisi lain, anggota lembaga nirlaba yang berbasis di India, Dewan Energi, Lingkungan, dan Air (CEEW) Vaibhav Chaturvedi, melihat greenflation sebagai suatu kekhawatiran, terutama dalam jangka pendek.

"Harga komoditas yang mendasarinya meningkat di seluruh dunia," kata dia, dikutip dari laman Euronews.

Menurutnya, harga logam seperti timah, aluminium, tembaga, serta nikel-kobalt telah meningkat hingga 91 persen pada 2021.

Logam-logam tersebut kerap digunakan dalam teknologi yang merupakan bagian dari transisi energi.

Namun, Chaturvedi melihat penurunan biaya pendanaan proyek-proyek energi terbarukan dapat menjadi pengaruh yang besar untuk melawan kenaikan biaya-biaya mendasar.

Sementara itu, wakil direktur jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) Gauri Singh berpendapat, meski terjadi gangguan inflasi dan rantai pasokan, penurunan biaya pendanaan membantu menghasilkan rekor energi sebesar 260 gigawatt dari sumber terbarukan pada 2020.

"Anda tidak akan mendapatkan uang murah untuk hal-hal yang berisiko terhadap iklim, sedangkan untuk energi terbarukan, pasarnya melemah," kata Singh.

Baca juga: Anies dan Ganjar Ingin Hapus Syarat Batas Usia dalam Lowongan Kerja, Mungkinkah Diterapkan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com