KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menaikkan besaran pajak hiburan termasuk karaoke dan diskotek menjadi 40 persen.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dikutip dari Pasal 53 poin (2) Perda DKI No 1 tahun 2024 tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk karaoke dan diskotek ditetapkan sebesar 40 persen. Berikut rincian aturannya:
"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40 persen," bunyi aturan tersebut.
Baca juga: Daftar Tempat yang Bisa Dikenakan Pajak Hiburan 40-75 Persen
Kenaikan tarif pajak hiburan ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Pasal 58 UU itu, mengatur bahwa khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi sebesar 75 persen.
Ketentuan tarif pajak terbaru ini meningkat dari sebelumnya yang tarifnya 25 persen hingga 35 persen.
Sebelum adanya Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, tarif pajak hiburan di DKI Jakarta diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015.
Dalam Perda tersebut, diatur bahwa pijat, mandi uap, dan spa dikenakan pajak sebesar 35 persen.
Sementara untuk pajak diskotek, karaoke, kelab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya tarif pajaknya sebesar 25 persen.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno angkat bicara soal kenaikan pajak hiburan dari 40 persen hingga 75 persen tersebut.
Pasalnya, sejumlah pihak seperti Inul Daratista dan Hotman Paris memberi kritikan dari tingginya pajak hiburan tersebut.
Sandiaga mengatakan, pelaku usaha tak perlu mengkhawatirkan kebijakan tersebut karena masih dalam proses di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena masih proses judicial review. Pemerintah memastikan semua kebijakannya itu untuk memberdayakan dan memberikan kesejahteraan, bukan untuk mematikan usaha," ujar Sandiaga dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/1/2024).
Ia menekankan, pemerintah tidak ingin mematikan industri kreatif, termasuk hiburan.
Terlebih, industri hiburan baru saja bangkit setelah adanya pandemi Covid-19 selama kurang lebih tiga tahun.
"Seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor ini kuat, agar sektor ini bisa menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja," ungkapnya.
Baca juga: Politisi Nasdem Indra Charismiadji Tersangka Dugaan Penggelapan Pajak
Terpisah, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menyatakan, kebijakan besaran PBJT adalah kewenangan pemerintah daerah (pemda) sepenuhnya.
"Pajak hiburan itu adalah pemerintah daerah," ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti.
Ia menuturkan, pemerintah pusat hanya menentukan besaran minimal dan maksimal PBJT tersebut.
"Yang tidak diatur oleh pemerintah pusat adalah memang kewenangan sepenuhnya dari pemerintah daerah," tuturnya.
Baca juga: Wajib Pajak Sudah Bisa Lapor SPT 2024, Simak Caranya
Mengacu UU Nomor 1 Tahun 2022, berikut sejumlah jasa hiburan yang hanya dikenakan pajak 10 persen:
Baca juga: Tarif Efektif Pajak Karyawan Berlaku Mulai 1 Januari 2024, Berikut Penjelasannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.