KOMPAS.com - Tradisi carok khas Madura, Jawa Timur kerap menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Terbaru, empat warga Bangkalan, Madura meninggal dunia pada Jumat (12/1/2024) malam setelah melakukan carok melawan dua orang lainnya.
Insiden serupa juga pernah membunuh seorang warga di Desa Tanah Merah Laok, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Bangkalan pada 4 Juni 2023.
Sebagai informasi, carok merupakan pertarungan antara orang Madura dengan senjata tajam yang biasanya berupa celurit untuk memulihkan harga diri seseorang.
Lalu, bagaimaan sejarah kemunculan tradisi carok? Mungkin dilestarikan tanpa adanya korban jiwa?
Baca juga: 5 Fakta Carok di Bangkalan: 4 Orang Meninggal, Ini Kronologi dan Penyebabnya
Guru besar sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Khoirul Rosyadi menjelaskan, carok termasuk tradisi di Madura.
"Carok merupakan tradisi atau bentuk duel tradisional di Madura yang melibatkan pertarungan dengan senjata tradisional, biasanya celurit," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (15/1/2024).
Rosyadi menjelaskan, awal kemunculan carok berkaitan erat dengan faktor sosial, ekonomi, dan politik di Madura.
Tradisi ini, katanya, dulu sering kali dihubungkan dengan penyelesaian sengketa antara kelompok-kelompok masyarakat.
Awalnya, carok ditujukan sebagai sarana penyelesaian konflik, terutama di kalangan keluarga atau kelompok-kelompok kecil.
Baca juga: 5 Fakta Bocah SD Naik Motor dari Madura ke Jakarta, Tanpa Helm, Pelat Nomor, dan Pakai GPS
"Dengan melibatkan duel ini, diharapkan masyarakat dapat menyelesaikan perselisihan secara adil dan mengembangkan rasa keberanian serta loyalitas," lanjut Rosyadi.
Sementara itu, diberitakan Kompas.com (26/8/2023), carok muncul di Madura sejak abad ke-19. Ini berdasarkan catatan dalam laporan dua atropolog Belanda, De Jonge dan TouwenBouswma.
Carok diyakini berawal dari seorang mandor kebun tebu bernama R Sakera yang berusaha melawan Pemerintah Hindia Belanda dengan celurit. Tindakan itu membuatnya dipenjara.
Namun, Sakera tidak berhenti melawan. Dia menggunakan celurit tersebut untuk membunuh banyak orang yang memenjarakannya.
Meski akhirnya dieksekusi, perlawanan Sakera menginspirasi warga Madura untuk melawan penjajah, meski hanya berbekal celurit.
Baca juga: Mengenal Pakaian Adat Suku Rote dan Madura yang Dikenakan Ganjar-Mahfud dalam Debat Cawapres
"Terkait dengan praktik carok yang menyebabkan kematian, ini memang sebuah konsekuensi serius dari tradisi ini," tegasnya.
Meski begitu, dia menyebutkan banyak orang Madura yang mulai menyadari dampak negatif dari carok seiring berjalannya waktu.
Mereka pun berupaya mengurangi tingkat kekerasan dalam praktik carok, dengan menggeser tujuannya dari duel mematikan ke bentuk pertunjukan atau seni bela diri tradisional.
Baca juga: Penyebab Konflik Sampit 2001, Kerusuhan antara Suku Dayak dan Madura
Sayangnya, Rosyadi tidak memungkiri masih adanya warga yang melakukan carok hingga meninggal dunia.
"Secara sosiologis, (melakukan carok sampai meninggal) dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti tradisi, norma sosial, dan ketidaksetujuan terhadap campur tangan pemerintah," imbuhnya.
Dia menuturkan, beberapa orang Madura mungkin masih memandang carok sebagai bagian dari identitas budaya mereka.
Meski demikian, Rosyadi menyatakan bahwa pemerintah Madura dan sejumlah kelompok masyarakat telah berupaya mengedukasi warga dan mengurangi praktik carok yang berpotensi mematikan.
"Larangan resmi terhadap carok mungkin sulit diterapkan sepenuhnya karena campur tangan nilai budaya dan identitas lokal yang kuat," pungkasnya.
Baca juga: Abdul Latif Amin dan Jerat Korupsi di Pulau Madura
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.