Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tantan Hermansah
Dosen

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Generasi Tanpa Komunitas

Kompas.com - 23/11/2023, 08:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEIRING dengan bertumbuhnya pengguna gawai serta pengakses internet di Indonesia, ada hal yang kemudian berpotensi semakin meluas dan menguat: peluruhan semangat komunitas.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hipotesis yang disebutkan di atas, terlebih dulu mari kita lihat fakta lapangan yang dikutip dari lembaga penyedia data.

BPS, misalnya, menyebutkan pada 2022 saja, sebanyak 40,25 persen anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun sudah menguasai atau memiliki gawai.

Lalu 91,82 persen untuk mereka yang berusia 15 - 24 tahun; 74,09 persen pada mereka yang berusia 25 - 64 tahun; dan 27,45 persen untuk usia di atas 65 tahun.

Mari kita cermati lebih jauh, pada layer usia kurang dari 15 tahun dan 15 - 24 tahun. Kedua entitas umur ini adalah generasi yang akan mewarisi, mengkonstruksi, dan membangun bangsa ini pada masa mendatang.

Tentu saja secara positif kepemilikan gawai itu bisa jadi didasarkan pada kebutuhan real pendidikan hari ini, maupun pola komunikasi masyarakat umum yang tidak bisa lepas dari internet dan gawai.

Namun semua pihak harus menyadari bahwa terdapat potensi dampak negatif dari kepemilikan atau penguasaan atas gawai dan internet tersebut.

Satu di antaranya yang akan kita bahas di sini adalah meluruhnya semangat komunitarian atau komunitas dalam kehidupan mereka.

Di antara fungsi negatif dari terhubungnya seseorang melalui gawainya ke internet adalah dia bisa ”lari” dari kehidupan sosialnya dan kemudian membenamkan diri pada ruang maya.

Memang di dalam ruang maya tersebut terdapat beragam grup atau komunitas yang kemudian bisa membangun hubungan-hubungan sosial emosional antara anggotanya.

Namun, kelemahan dari model hubungan di dunia maya adalah relasinya lebih bersifat artifisial. Dalam arti, mereka berhubungan sesuai dengan kepentingan pragmatisnya, yang bisa dengan cepat mengalami putus nyambung.

Pola dan model hubungan seperti ini tentu saja begitu rentan. Pasalnya, dalam prosesnya, konektivitas atau relasi yang terjadi terlahir karena model hubungan tidak terlembaga.

Berbeda dengan model dalam pola hubungan dalam suatu komunitas. Dalam komunitas, pola-pola hubungan terjadi berproses secara gradual dan kemudian mengalami kristalisasi menjadi suatu sistem.

Sistem inilah yang kemudian merawat hubungan-hubungan antarindividu dalam ruang sosial tersebut. Selain itu, sistem ini juga yang membuat hubungan-hubungan antaranggota dalam komunitas tersebut menjadi terikat dan indah.

Kehadiran gawai dan internet tentu banyak sekali mereduksi hubungan-hubungan model konvensional. Selain medianya juga berubah, pola dan bahasa relasinya juga berubah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Ramai soal 'Review' Resto Bikin Usaha Bangkrut, Pakar Hukum: Sah tapi Harus Berimbang

Ramai soal "Review" Resto Bikin Usaha Bangkrut, Pakar Hukum: Sah tapi Harus Berimbang

Tren
6 Kondisi Penumpang Kereta yang Berhak Dapat Kompensasi KAI, Apa Saja?

6 Kondisi Penumpang Kereta yang Berhak Dapat Kompensasi KAI, Apa Saja?

Tren
3 Pemain Uzbekistan yang Patut Diwaspadai Timnas Indonesia, Salah Satunya Punya Nilai Rp 86,81 Miliar

3 Pemain Uzbekistan yang Patut Diwaspadai Timnas Indonesia, Salah Satunya Punya Nilai Rp 86,81 Miliar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com