Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tantan Hermansah
Dosen

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Generasi Tanpa Komunitas

Kompas.com - 23/11/2023, 08:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun yang paling signifikan perubahan terjadi dari sistem pemilihan subjek yang berhubungan. Di mana setiap subjek berkuasa untuk menjalin relasi maupun memutuskannya, tanpa harus merasa bahwa ikatan yang terjadi sebelumnya merupakan sesuatu yang bisa membangun sistem.

Maka jika demikian halnya, kita sedang bergerak menuju kepada suatu dunia, yang generasinya hanya merupakan individu-individu. Itu pun hanya merupakan bit-bit digital yang terkoneksi di dunia maya dengan bahasa dan sistemnya sendiri.

Di mana sistem ini sangat berpotensi menghasilkan kristalisasi individual, karena hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya lebih bersifat individu yang rentan.

Inilah yang kemudian bisa kita sebut sebagai “Generasi Tanpa Komunitas”.

Disebut generasi tanpa komunitas karena generasi ini sepertinya tidak lagi memerlukan ruang-ruang sosial yang bersifat kultural-primordial.

Ruang-ruang yang ada dalam komunitas maya lebih bersifat teknis pragmatis. Jika pun kemudian terjadi hubungan-hubungan, mereka lebih banyak karena terhubung dan terikat dalam suatu ruang yang bernama bisnis.

Dalam bisnis relasi-relasi antarsubjek telah dikonversi menjadi hubungan simbiosis-mutualisme yang diwujudkan dalam produk yang bernama gaji atau pendapatan.

Sehingga selama pola hubungan itu masih saling menghasilkan pendapatan bagi keduanya, maka hubungan itu masih akan terjadi. Sebaliknya, jika hubungan tersebut sudah tidak lagi berdampak pada pendapatan, maka kebanyakan hubungan antarmereka berakhir.

Generasi tanpa komunitas merupakan dan sekaligus bersumber pada, jika mengacu pada data di atas, mereka yang hari ini kulturnya sangat terikat dengan gawai dan internet.

Tentu jika harus dilihat lebih detail, mereka ada pada kelompok yang berusia antara 15 sampai 24 tahun.

Usia ini secara psikologis memang ada pada fase labil dan transisi. Pilihan mereka untuk menjadi individu, di satu sisi bisa jadi tepat, namun di sisi lain juga bisa menjadi ancaman bagi mereka sendiri.

Sebab sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tidak semua yang berkaitan dengan pendapatan dan kesejahteraan, masa depan, dan lain-lain, hanya dibasiskan pada skill dan keterampilan.

Bahkan dalam beberapa hal jaringan dan kepercayaan justru jauh lebih berperan kepada seseorang untuk meningkatkan status sosial budaya dan ekonominya di tengah masyarakat.

Sehingga jika saja algoritma hari ini bisa mengkonstruksi suatu relasi berbasis kepercayaan dengan tingkat akurasi tinggi, maka sudah sewajarnya jika kita mendefinisikan ulang tentang komunitas.

Dengan data-data di atas pula kita bisa menemukan celah bahwa generasi tanpa komunitas sesungguhnya sudah merambat menjadi cara pandang, bahkan sikap sendiri pada mereka yang hari ini terhubung melalui gawai dan internet.

Pada masa mendatang, generasi tanpa komunitas seperti ini kemudian akan melakukan banyak pembatasan pada relasi-relasi sosial kultural mereka sehari-hari.

Ancaman terbesar dari mengkristalnya generasi tanpa komunitas adalah kekayaan dan kemewahan pada indahnya komunitas yang di dalamnya ada sistem sosial yang mengikat dan merekatkan mereka itu bisa jadi hilang.

Jika sudah seperti ini, maka kita bisa mengucapkan: selamat datang generasi para robot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com