Oleh: Ramos Mangihut Yemima S. dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Hantu telah lama menjadi bagian dari kepercayaan sekaligus pergerakan budaya manusia. Berbagai tempat di penjuru dunia memiliki persepsinya masing-masing terhadap eksistensi hantu, yang dipengaruhi oleh cara hidup mereka.
Seiring berjalannya waktu, hantu telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Hantu hadir sebagai kepercayaan kolektif, memengaruhi norma, cara berperilaku, dan kepercayaan akan sebab akibat suatu perbuatan.
Contoh nyata lekatnya keterkaitan antara hantu dengan kehidupan sosial tergambarkan dalam siniar Tinggal Nama edisi Ganjal bertajuk “Kolor Ijo: Penyebar Teror Sekaligus Predator” dengan tautan akses s.id/TNGanjalE4.
Episode ini mengulas balik legenda Kolor Ijo, sosok “hantu” yang membuat geger lantaran menjadi dalang di balik sejumlah kasus pelecehan. Kolor Ijo menjadi buah cerita masyarakat, hidup sebagai teror yang menebar keresahan.
Kini meski zaman terus berkembang, hantu tetap hadir menjadi topik favorit di berbagai kalangan. Tak jarang, hantu kerap dikaitkan dengan sejumlah peristiwa yang tak bisa diproses oleh kebanyakan masyarakat awam.
Lantas, apa yang menyebabkan hantu kerap dipercaya nyata dan ada di kehidupan manusia? Faktor apa yang mendasarinya?
Sukarwo (2023) menyatakan konsep “hantu” berasal dari era mistis, ketika ilmu manusia belum begitu maju dalam memahami alam semesta. Hantu menjadi bagian dari kepercayaan leluhur terhadap kehadiran roh-roh jahat, bagian penting dari kepercayaan animisme dan dinamisme yang dianut di masa dulu.
Baca juga: Kisah 6 Hutan Paling Mistis di Dunia
Hantu juga merupakan bagian dari kearifan lokal suatu budaya, dijaga secara turun menurun lewat lisan. Kepercayaan tersebut membuat hantu sering dikaitkan dengan konsep jahat dan baik dalam persepsi masyarakat tradisional.
Hal tersebut membentuk pola pikir masyarakat yang berdampak pada cara hidup masyarakat itu sendiri. Lambat laun, muncul sebuah pemahaman kolektif bahwa hadirnya hantu dan roh-roh jahat merupakan bagian dan konsekuensi suatu tindakan.
Contoh paling sederhana adalah konsepsi “kesakralan” hutan. Sukarwo menyatakan, dalam ragam budaya dan kepercayaan, kawasan hutan seringkali dianggap mistis, sehingga membuat masyarakat enggan merusaknya karena takut akan konsekuensi besar.
Kepercayaan tersebut secara tidak langsung menjadi pengingat bagi masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam. Hantu menjadi media penyampaian pesan moral paling ampuh, mengajarkan masyarakat akan sebab akibat dari segala perbuatan.
Pemahaman ini kemudian ikut berkembang seiring berjalannya waktu. Ragam cerita hantu dan kepercayaan mistis dikemas mengikuti pergerakan zaman, berpadu dengan persebaran agama, serta menerima campur tangan industri hiburan dalam upaya transformasi budaya.
Pesatnya penyebaran ilmu pengetahuan tentu berperan besar bagi perubahan perspektif masyarakat terhadap hantu dan entitas mistis lainnya. Selain ramai dikaji dalam sudut pandang hiburan, sosok hantu juga dapat dianalisis secara ilmiah.
Salah satunya adalah lewat kajian psikologi. Chris French, Kepala Unit Riset Psikologi Anomalistik University of London, menyatakan kepercayaan manusia terhadap eksistensi hantu merupakan sugesti kolektif.
French menyatakan manusia kerap percaya akan hal mistis jika ada pemantik utama, yaitu ketika ada manusia lain yang mengaku merasakan kejadian mistis. Selain itu, kejadian janggal yang tidak bisa diproses dengan baik kerap berujung pada sensasi hadirnya hantu.
Tak hanya itu, sugesti akan adanya entitas di luar kemampuan berpikir juga dapat mempengaruhi kerja otak, menciptakan gambaran yang kerap dianggap sebagai “penampakan” hantu. French mengatakan fenomena tersebut disebut sebagai pareidolia.
Misalnya, jika ada seseorang yang mengatakan ia melihat sebuah wajah di sela-sela lemari yang gelap, kemungkinan orang di sekitarnya akan melihat hal yang sama. Pareidolia hadir sebagai ilusi visual, mengaburkan cara seseorang memproses struktur hal-hal di sekitarnya.
Baca juga: 4 Kisah Urban Legend di Indonesia
Kini, di zaman modern, banyak pihak yang skeptis, namun tak sedikit juga percaya bahwa hantu benar ada. Di saat yang bersamaan, ilmu pengetahuan terus berkembang, namun kepercayaan kolektif yang mengakar kuat dalam suatu budaya tidak pernah pudar.
Lantas, bagaimana dengan kisah Kolor Ijo, sosok “hantu” legendaris penyebar teror?
Dengarkan cerita lengkapnya dalam siniar Tinggal Nama edisi Ganjal bertajuk “Kolor Ijo: Penyebar Teror Sekaligus Predator” dengan tautan akses s.id/TNGanjalE4. Nikmati cerita lainnya yang tak kalah seru hanya di playlist YouTube Medio by KG Media
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.