Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Konflik Sampit: Kronologi, Penyebab, dan Penyelesaiannya

Kompas.com - 16/03/2023, 06:44 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Konflik Sampit merupakan salah satu peristiwa berdarah yang terjadi pada tahun 2001 silam. 

Kerusuhan tersebut terjadi di Sampit yang berstatus sebagai Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

Akibat dari konflik Sampit, sebanyak 600 orang lebih dilaporkan meningga dunia. 

Tak hanya itu, konflik juga meluas ke Ibu Kota Kalimatan Tengah, yaitu Palangkaraya yang menyebabkan ribuan orang melarikan diri.

Berikut kronologi, penyebab, dan penyelesaian Konflik Sampit.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Konflik Sampit Pecah

Kronologi konflik Sampit

Diberitakan Kompas.com (18/2/2023), konflik Sampit diawali dari pembakaran salah satu rumah yang dihuni orang Dayak.

Lokasi kebakaran berada di jalan padat karya dan pelakunya diduga adalah kelompok pendatang dalam hal ini orang Madura.

Bermula dari situ, orang Dayak merasa geram dan berencana melakukan aksi balasan.

Satu orang Dayak dan orang Madura dilaporkan tewas ketika serangan dan kejadian serupa juga pecah ke Jalan Tidar yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari jalan padat karya.

Adapun, pada saat itu Jalan Tidar lebih banyak dihuni orang Madura dan terjadi aksi pembakaran rumah di sana.

Tiga orang penghuni rumah dilaporkan tewas, ditambah satu orang yang meninggal karena senjata tajam.

Serangan di Jalan Tidar juga menyasar hewan ternak yang menyebabkan puluhan ekor hewan ternak mati.

Baca juga: Dampak Konflik Sampit

Penyebab konflik Sampit

Konflik Sambit terjadi karena perbedaan nilai dan budaya antara suku Dayak dan Madura yang berstatus sebagai pendatang.

Abdul Rachman Patji dalam publikasi ilmiahnya berjudul "Tragedi Sampit 2001 dan Imbasnya ke Palangka Raya (Dari Konflik ke (Re)konstruksi" mengatakan, ada asumsi bahwa konflik Sampit dilatarbelakangi oleh kecemburuan orang Dayak kepada orang Madura.

Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari pendapat bahwa orang Madura dinilai sukses dalam usaha ekonomi.

Tetapi, kerusuhan tersebut semata-mata tidak disebabkan oleh ketimpangan sosial di Sampit.

Lebih tepatnya, konflik Sampit dilatarbelakangi oleh benturan budaya sebagaimana diungkapkan salah satu tokoh masyarakat Dayak berinisial DC.

Ia mengatakan, orang Madura dianggap tidak mau memahami budaya orang Dayak sehingga tidak sesuai dengan peribahasa "di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak".

Baca juga: Video Viral Kemunculan Buaya Muara 2,5 Meter di Sampit, Ini Sebabnya

 

Populasi orang Madura di Sampit

Masih dari publikasi ilmiah yang sama, disebutkan bahwa Kotawaringin Timur yang menjadi titik awal konflik Sampit adalah wilayah dengan konsentrasi terbanyak keturunan Madura di Kalimantan Tengah.

Menurut data, terdapat 75.000 orang Madura di Kotawaringin Timur dan pada saat itu kelompok pendatang memiliki empat orang wakil di DPRD kabupaten, yakni satu dari PAN, satu dari PPP, dan dua dari PKB.

Orang Madura yang merasa populasinya banyak dan merasa berkuasa di Sampit pernah melakukan pawai keliling.

Mereka membawa celurit dan spanduk bertuliskan "Selamat Datang di Sampang II" yang secara tersirat menandakan Sampit adalah bagian dari Pulau Madura.

Orang Madura juga membunuh orang Dayak dan beberapa sumber menyebut peristiwa ini terjadi sebagai balasan dari aksi orang Dayak sebelumnya.

Baca juga: Warga Sampit Temukan 10 Karung Berisi Ular Piton Dibuang di Tengah Jalan

Sejarah konflik Sampit

Dilansir dari Kompas.com, sempat terjadi bentrokan antara orang Dayak dan Madura di Desa Kereng Pangi sehingga hubungan kedua suku ini memanas.

Peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan Desember 2002 dan dilanjutkan dengan perkelahian di desa pertambangan emas Ampalit.

Satu orang Dayak bernama Sandong dilaporkan tewas setelah dibacok dan membuat keluarga korban begitu marah.

Buntut dari pembunuhan Sandong, sebanyak 300 orang Dayak mencari pelaku dengan cara mendatangi TKP.

Sayangnya, usaha mereka untuk mencari pelaku tidak membuahkan hasil dan berakhir dengan aksi pengrusakan.

Orang Dayak merusak dua mobil, sembilan rumah, dua tempat karaoke, dan lima motor yang dimiliki orang Madura. Sebanyak 1.335 orang Madura akhirnya mengungsi buntut dari pengrusakan tersebut.

Orang Dayak lalu menguasai Sampit pada 18 Februari 2001.

Abdul Rachman Patji dalam publikasi ilmiahnya juga menuliskan, polisi menangkap sejumlah orang, termasuk orang Dayak.

Sebanyak 38 orang Dayak yang awalnya ditahan di Mapolres Sampit, lalu akhirnya dipindah ke tahanan Mapolda Kalimantan Tengah karena alasan jumlahnya yang banyak.

Penahanan tersebut ternyata menyulut rasa tidak puas di kalangan orang Dayak dan mereka berunjuk rasa ke DPRD Kalimantan Timur dan Polda Jateng pada 21 Februari 2002.

Mereka menuntut polisi membebaskan 38 orang Dayak yang ditahan dan meminta aparat keamanan bersikap tidak memihak.

Di sisi lain, orang Dayak juga meminta Kapolda Kalimantan Tengah dicopot dari jabatannya dan orang Madura secara sukarela pergi dari wilayah mereka.

Baca juga: Viral Video Detik-detik Pria di Sampit Injak Kucing hingga Mati

Konflik Sampit meluas ke Palangkaraya

Kerusuhan di Sampit akhirnya meluas ke Palangkaraya sejak 18 Februari 2001.

Hal itu dibuktikan dengan terjadinya gelombang pengungsi orang dari berbagai etnis ke Palangkaraya.

Akibatnya, Palangkaraya mulai merasakan berbagai isu yang memengaruhi pendapat masyarakat secara umum, ketertiban masyaratak, dan situasi keamanan.

Pedagang pasar akhirnya tidak berani berjualan di toko dan kegiatan belajar-mengajar di sekolah pun dihentikan.

Disebutkan juga bahwa kantor pemerintahan menjadi sepi karena PNS enggan berangkat ke kantor dan transportasi umum menjadi sedikit.

Baca juga: Dalam 10 hari, Dua Kali Warga di Sampit, Kalteng Temukan Tulang Manusia Dalam Timbunan Pasir

 

Penyelesaian konflik Sampit

Setelah terjadinya rentetan peristiwa dan korban jiwa karena konflik tersebut, kemudian dicari jalan temu penyelesaian permasalahan tersebut. 

Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap sejumlah provokator.

Akhir dari konflik tersebut adalah dibuatnya kesepakatan berupa perjanjian damai antara warga Dayak dan Madura.

Dibangun juga sebuah tugu perdamaian di Sampit untuk menandai perjanjian damai keduanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com