Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Hermafrodit alias Kelamin Ganda, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 15/03/2023, 17:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Sementara itu, dokter sekaligus dosen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dr Ismiralda Oke Putranti mengatakan bahwa istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi seperti dalam unggahan adalah ambiguous genitalia dan bukan hermafrodit.

"Kalau hermafrodit dia memiliki dua alat kelamin jantan dan betina yang berfungsi penuh, sehingga mereka dapat memperbanyak diri," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu.

Adapun hingga saat ini, dia mengatakan bahwa belum ada kasus hermafrodit pada manusia.

"Sampai hari ini belum pernah ada kasus hermaprodit pada manusia," ujarnya.

Di sisi lain, ambiguous genitalia hanya memiliki alat kelamin luar yang meragukan dan mirip dengan kelamin laki-laki serta perempuan, sehingga terlihat seperti berkelamin ganda.

Dokter yang akrab disapa Oke ini melanjutkan, ambiguous genitalia juga disertai dengan ketidaksesuaian organ seksual internal.

"Umumnya kelainan langka ini dapat terlihat sejak lahir," ungkapnya.

Baca juga: Benarkah Wanita Transgender Bisa Hamil Lewat Tranplantasi Rahim?

Penyebab ambiguous genitalia

Oke menerangkan, ambiguous genitalia dapat diakibatkan ketidakseimbangan hormonal pada saat kehamilan.

Ketidakseimbangan ini berakibat pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan janin, terutama pada saat perkembangan seksual janin.

"Bila terjadi gangguan pada tahap tersebut, akan menyebabkan ketidaksesuaian antara organ seksual internal dengan penampakan genitalia (alat kelamin) eksternal,"

Ketidaksesuaian juga bisa terjadi pada status seksual secara genetik, yakni XX (perempuan) atau XY (laki-laki).

Baca juga: Ramai Soal Bolehkah Bertanya Jenis Kelamin Bayi Baru Lahir? Ini Kata Psikolog

Penanganan ambiguous genitalia

Sebelum melakukan tindakan, menurut Oke, harus dipastikan terlebih dahulu status seksual secara genetik dari anak atau individu yang mengalami ambiguous genitalia.

Kemudian, melakukan analisis hormon, serta memastikan struktur anatomi alat reproduksi internal dengan USG maupun kontras.

"Setelah dipastikan alat reproduksi mana yang terdeteksi, orangtua dan dokter akan memutuskan jenis kelamin bayi tersebut," terang Oke.

Dia menambahkan, selanjutnya anak akan memulai langkah-langkah terapi yang bertujuan memfasilitasi fungsi seksual dan kesuburan seksual pada saat dewasa nanti.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com