Ombak setinggi 3,3 hingga 3,6 meter terlihat di pantai-pantai Kauai dan Hawaii, sementara ombak setinggi 15 meter tampak di Pulau Shemya.
Sembilan jam kemudian, gelombang tsunami setinggi 2,7 meter menghantam pantai-pantai di California dan Oregon, Amerika Utara.
Baca juga: PLTN Chernobyl dan Tragedi Nuklir Terburuk Sepanjang Sejarah
Di sisi lain, sesaat setelah gempa bumi, sistem di PLTN Fukushima mendeteksi guncangan, sehingga secara otomatis mematikan reaktor nuklir.
Dikutip dari Kompas.com (3/11/2021), generator darurat bertenaga diesel menyala agar pendingin tetap dipompa di sekitar inti reaktif. Sebab, inti reaktif masih sangat panas bahkan setelah reaktor berhenti.
Terjangan gelombang tsunami pertama tiba di PLTN Fukushima Daiichi, dan mampu dihadang tembok penghalang.
Akan tetapi, beberapa menit kemudian, disusul gelombang tsunami kedua setinggi lebih dari 14 meter yang menembus tembok penghadang dan membuat kekacauan di PLTN.
Saat itu, terjadi keadaan darurat nuklir, dan membuat pemerintah Jepang mengeluarkan perintah evakuasi penduduk yang tinggal dalam radius 1,9 mil atau 3 kilometer dari pembangkit listrik.
Selama keadaan darurat, masing-masing dari tiga reaktor nuklir di PLTN Fukushima berhasil ditutup, tetapi daya cadangan dan sistem pendinginnya gagal.
Akibatnya, sisa panas menyebabkan batang bahan bakar di ketiga reaktor meleleh sebagian.
Reaktor 1 meledak pada 12 Maret 2011, disusul dengan ledakan reaktor 3 pada 14 Maret 2021. Hal ini membuat zona evakuasi diperluas hingga radius 20 kilometer dari PLTN.
Tak hanya itu, PLTN juga mengalami sejumlah ledakan zat kimia yang merusak bangunan. Materi radioaktif mulai bocor ke atmosfer dan Samudera Pasifik, mendorong evakuasi dan meluasnya zona terlarang.
Pemerintah Jepang pun akhirnya mengevakuasi semua penduduk dalam radius 30 kilometer dari lokasi PLTN.
Tak ada korban jiwa saat bencana nuklir terjadi. Setidaknya 16 pekerja terluka karena ledakan, sementara puluhan lainnya terpapar radiasi saat berusaha mendinginkan reaktor dan menstabilkan PLTN.
Bencana Fukushima diklasifikasikan sebagai level tujuh oleh Badan Energi Atom Internasional, level tertinggi untuk peristiwa yang sama.
Di samping itu, bencana ini menjadi bencana kedua yang memenuhi klasifikasi setelah tragedi nuklir Chernobyl di Ukraina.
Pada 2012, Perdana Menteri Jepang saat itu, Yoshihiko Noda menuturkan, negara turut andil atas bencana ini.
Pada 2019, pengadilan kemudian memutuskan pemerintah ikut bertanggung jawab dan wajib membayar kompensasi kepada para pengungsi.
(Sumber: Kompas.com/Mela Arnani | Editor: Aditya Jaya Iswara, Inggried Dwi Wedhaswary)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.